Senin 02 Sep 2024 16:15 WIB

Deepfake Porno Marak, Pemerintah Korsel Dinilai Kurang Serius Cari Jalan Keluar

'Perempuan yang mencari bantuan polisi sering kali ditolak, mengalami trauma'.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Situs yang menampilkan deepfake pornografi. (ilustrasi). Korea Selatan menghadapi ancaman kejahatan seks digital dengan maraknya konten deepfake seksual yang menimpa warganya.
Foto: Republika/Mardiah
Situs yang menampilkan deepfake pornografi. (ilustrasi). Korea Selatan menghadapi ancaman kejahatan seks digital dengan maraknya konten deepfake seksual yang menimpa warganya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Korea Selatan menghadapi epidemi kejahatan seks digital, di mana ratusan wanita dan anak perempuan menjadi target melalui gambar-gambar seksual deepfake yang disebarkan secara online. Menurut catatan Human Right Watch (HRW), satu grup yang membagikan gambar-gambar ini dilaporkan memiliki 220 ribu anggota.

Jumlah kasus deepfake yang dilaporkan di Korea Selatan telah melonjak dari 156 kasus pada 2021 menjadi 297 kasus sepanjang 2024. Heather Barr, selaku Associate Director Divisi Hak-hak Perempuan di HRW, mengatakan bahwa perempuan di Korea Selatan banyak yang menjadi penyintas kejahatan seks digital. Pada 2020, Barr pernah mewawancarai para korban dan beberapa di antaranya mengaku menjadi target dengan menggunakan gambar palsu.

Baca Juga

Barr juga menegaskan bahwa masalah ini tidak hanya berdampak pada perempuan dan anak, namun juga laki-laki. Barr mengatakan dia pernah mewawancarai seorang pria yang mengalami trauma karena direkam secara diam-diam oleh seorang rekan pria di ruang ganti rumah sakit tempatnya bekerja. Korban pria tersebut akhirnya memutuskan untuk bunuh diri pada 2019.

“Meskipun presiden Korea Selatan berbicara tentang masalah ini pekan ini, selama bertahun-tahun para pemimpin negara tersebut tampaknya mengalami kesulitan untuk memahami dampak luar biasa dan sering kali seumur hidup yang ditimbulkan dari kejahatan seks digital dan deepfake,” kata Barr seperti dilansir dari laman Human Right Watch, Senin (2/9/2024).

Ia juga mengkritisi hakim, jaksa, polisi, dan anggota parlemen di Korea Selatan. Menurut dia, para petugas yang sebagian besar adalah laki-laki, selama ini tidak pernah serius menanggapi kasus kejahatan seksual berbasis digital. Padahal, kekerasan seksual berbasis gender secara online merupakan masalah yang meningkat secara global, dan sangat meluas di Korea Selatan.

“Perempuan yang mencari bantuan polisi sering kali ditolak, mengalami trauma, dan bahkan diejek. Pemerintah Korea Selatan telah mengetahui selama bertahun-tahun bahwa kejahatan seks digital merajalela dan mematikan. Sudah waktunya bagi mereka untuk menangani krisis ini dengan lebih serius,” tegas Barr.

Baru-baru ini Presiden Korea Selatan, Yoon Suk-yeol, telah memerintahkan untuk menindak tegas epidemi kejahatan seks digital yang menargetkan perempuan dan anak perempuan yang tanpa disadari menjadi korban deepfake pornografi. Polisi juga menyatakan bakal mengejar orang-orang yang membuat dan menyebarkan materi tersebut dalam kampanye tujuh bulan, dengan fokus pada mereka yang mengeksploitasi anak-anak dan remaja.

“Video deepfake yang menargetkan individu yang tidak menentu telah menyebar dengan cepat melalui media sosial. Banyak korban adalah anak di bawah umur, dan sebagian besar pelaku juga diidentifikasi sebagai remaja,” kata Yoon seperti dilansir The Guardian.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement