REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan peningkatan target dividen BUMN hingga Rp 90 triliun pada 2025 merupakan bentuk apresiasi atas keberhasilan kinerja BUMN.
Erick menyampaikan transformasi yang didukung penuh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Komisi VI DPR terbukti mendorong setoran dividen kepada negara terus meningkat dari 2021 yang hanya sebesar Rp 30 triliun naik sebesar Rp 40 triliun pada 2022, Rp 81 triliun pada 2023, dan ditargetkan mencapai Rp 85 triliun untuk tahun ini.
"Peningkatan dividen dari Rp 30 triliun sekarang menjadi Rp 90 triliun itu hampir 160 persen lebih, jadi angka yang sangat tinggi," ujar Erick usai rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin (2/9/2024).
Erick menyampaikan target tersebut tentu tidak mudah. Pasalnya, situasi ekonomi global masih diliputi ketidakstabilan yang membuat BUMN harus lebih efisien dalam menjalankan proses bisnis.
"Banggar menargetkan dividen 160 persen atau Rp 90 triliun. Tidak mudah karena situasi ekonomi sedang tidak stabil, biaya logistik naik, harga SDA sedang menurun. Untuk mencapai target ini, kita terus melakukan efisiensi di BUMN, pengetatan anggaran. Kami akan berusaha mencapai target Rp 90 triliun," ucap Erick.
Untuk mencapai target tersebut, lanjut Erick, tidak bisa hanya mengandalkan pada peningkatan laba maupun sumber daya alam. Erick menilai perlunya akselerasi efisiensi secara menyeluruh di BUMN.
"Yang bisa kita pastikan ialah efisiensi berkelanjutan di mana perusahaan-perusahaan yang tidak dalam kondisi siap berkompetisi secara terbuka, mau tidak mau harus berani ditutup," sambung Erick.
Erick menyampaikan saat ini tinggal tujuh BUMN dari total 47 BUMN yang dalam kondisi kurang sehat. Angka ini menurutnya drastis dari sebelumnya yang mana hanya ada 15-20 BUMN dalam kondisi sejak.
"Penurunan jumlah BUMN yang kurang sehat ini sudah sangat signifikan," lanjut Erick.
Erick mengatakan kondisi dunia yang bergerak dinamis dengan tingginya biaya logistik mengharuskan BUMN untuk lebih adaptif. Erick menyampaikan BUMN harus mampu bersaing di pasar Indonesia yang begitu terbuka.
"Market Indonesia itu terbuka. Jadi kalau dibilang BUMN ini monopoli-monopoli, ya sebenarnya kan tidak. Kita sudah bersaing secara terbuka. Kalau ada BUMN yang kalah bersaing, ya sudah sewajarnya ya kita juga harus terbuka pola pikirnya, entah harus ditutup, dimergerkan atau ditingkatkan, itu menjadi sebuah keterbukaan," kata Erick.