REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Terkadang, manusia beranggapan bahwa menjadi seseorang yang kaya raya adalah orang yang memiliki emas, perak, perhiasan, uang banyak, kendaraan mewah, rumah mewah, dan lainnya. Mereka seolah harus memiliki dunia dan segala isinya baru merasa orang yang paling kaya.
Padahal, Nabi Muhammad SAW telah memberi petunjuk seseorang yang seolah memiliki dunia dan segala isinya.
Dalam sebuah hadits disebutkan:
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
"Barang siapa pada pagi hari aman dalam kelompoknya, sehat tubuhnya, memiliki pangan untuk seharinya, maka dia seolah-olah memperoleh dunia dengan segala isinya." (HR Tirmidzi).
Buya H Muhammad Alfis Chaniago dalam Indeks Hadits dan Syarah I menjelaskan, kekayaan dalam pandangan agama bukanlah memiliki nilai harta yang banyak, melainkan dapat mencukupi kebutuhan primernya sehari-hari, kesehatan, dan keamanan yang dirasakan sehari-harinya. Pengertian tersebut memberikan batasan bagi manusia untuk tidak terfokus pada dunia dengan meninggalkan fitrah manusia, yaitu untuk beribadah kepada Allah.
"Untuk itu, apabila kebutuhan tersebut sudah kita peroleh, Rasulullah SAW mengibaratkan kita sudah memperoleh dunia dan isinya," tulis Buya Alfis.