REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Korea Selatan terancam menghadapi krisis dalam sistem kesehatan akibat kekurangan tenaga medis di unit gawat darurat (UGD) rumah sakit. Situasi ini diperparah oleh mogoknya ribuan dokter muda, yang memaksa pemerintah untuk mengerahkan dokter militer guna mengisi kekosongan yang ada.
Ribuan dokter magang, termasuk dokter intern dan dokter residen, mogok kerja pada Februari untuk memprotes rencana untuk meningkatkan jumlah mahasiswa kedokteran sebanyak 2.000 orang per tahun untuk memenuhi apa yang diproyeksikan oleh pihak berwenang sebagai kekurangan dokter yang parah. Asosiasi nasional profesor sekolah kedokteran memperingatkan dalam sebuah pernyataan bahwa sistem kesehatan Korea Selatan berada di ambang krisis. Mereka menyatakan, banyak ruang gawat darurat tidak lagi mampu memberikan layanan normal, dan situasi ini menjadi awal dari kolapsnya sistem kesehatan.
Menanggapi krisis ini, Wakil Menteri Kesehatan Korea Selatan Park Min-Soo mengatakan bahwa pemerintah akan mengerahkan 15 dokter militer ke setiap rumah sakit yang terdampak. Rencananya, ada total 235 dokter militer yang akan bergilir di rumah sakit yang bermasalah mulai 9 September 2024.
Meskipun demikian, Park membantah bahwa sistem kesehatan Korea Selatan berada dalam kondisi kritis seperti yang diungkap beberapa pihak. “Meman gada beberapa kesulitan dalam kapasitas medis darurat (UGD), namun ini bukanlah situasi di mana kita harus khawatir akan terjadinya keruntuhan sebagaimana yang diperingatkan oleh beberapa pihak,” ujar Park seperti dilansir Reuters, Selasa (3/9/2024).
Dengan liburan musim gugur yang akan berlangsung selama tiga hari mulai 16 September mendatang, kekhawatiran semakin meningkat bahwa tekanan pada ruang gawat darurat akan semakin memburuk. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah telah mempersiapkan 4.000 klinik lokal dan rumah sakit yang lebih kecil yang akan dibuka secara bergantian selama liburan.