Selasa 03 Sep 2024 17:51 WIB

Akademisi Khawatir Publik Mulai Anggap Politik Uang Sebuah Kewajaran

Konstituen yang menerima uang tersebut beranggapan mereka harus memberikan suaranya.

Red: Mas Alamil Huda
Ilustrasi Tolak politik uang. Maraknya politik uang dalam pesta demokrasi semakin mengkhawatirkan.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Ilustrasi Tolak politik uang. Maraknya politik uang dalam pesta demokrasi semakin mengkhawatirkan.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Akademisi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Andalas (Unand), Sumatra Barat (Sumbar) Dewi Anggraini mengaku khawatir dengan maraknya politik uang. Apalagi, jika masyarakat mulai menganggap praktik politik uang merupakan sebuah kewajaran dalam pesta demokrasi.

"Saya melihat praktik politik uang mulai dianggap sebuah kelaziman," kata akademisi dari Fisip Universitas Andalas, Sumbar Dewi Anggraini, di Padang, Selasa (3/9/2024).

Baca Juga

Sebagai contoh, kata Dewi, seseorang yang akan maju di pemilu datang ke masyarakat dan memberikan sejumlah uang. Di saat bersamaan, konstituen yang menerima uang tersebut beranggapan mereka harus memberikan suaranya kepada calon itu saat pemilihan.

Dosen di Fisip Unand tersebut mengatakan, sebagian masyarakat yang menerima uang itu lebih berpikir pragmatis dan memanfaatkan momentum pilkada untuk kepentingan sesaat. "Jadi, ada semacam pola pikir barter dari masyarakat. Mereka berpikir sosok yang terpilih nantinya juga tidak peduli atau kenal lagi dengan masyarakat," ujar dia.