Kamis 05 Sep 2024 08:31 WIB

Faisal Basri Pernah Berharap Perolehan Zakat Bisa Lebih Besar dari Pajak

Almarhum sempat mengungkapkan bagaimana ziswaf bisa menjadi kekuatan ekonomi bangsa.

Rep: Eva Rianti/ Red: A.Syalaby Ichsan
Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri.
Foto: Eva Rianti
Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ekonom senior Faisal Basri meninggal dunia pada Kamis (5/9/2024) ini. Faisal berpulang pada sekira pukul 03.50 WIB di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan. Pria kelahiran Bandung, 6 November 1959 itu meninggal pada usia 64 tahun. 

Hal itu dikonfirmasi oleh Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad. "Iya (benar kabar meninggalnya Faisal Basri)," kata Tauhid kepada Republika, Kamis (5/9/2024). 

Baca Juga

Rumah duka almarhum berlokasi di Kompleks Gudang Peluru Blok A 60, Jakarta Selatan. Almarhum akan diberangkatkan dari Masjid Az Zahra, Gudang Peluru, Tebet, Jakarta Selatan ba'da ashar. Informasi sementara, lokasi tempat pemakamannya adalah di TPU Menteng Pulo. 

 

Faisal dikenal sebagai seorang pakar ekonomi yang kritis kepada kebijakan pemerintah. Selain pakar dalam bidang fiskal,  Faisal Basri dalam beberapa kesempatan, sempat mengutarakan keberpihakannya terhadap ekonomi Islam.

Beberapa waktu lalu, almarhum mengatakan zakat, infak, sedekah dan wakaf (ziswaf) yang dihimpun dari umat Islam bisa menjadi salah satu kekuatan ekonomi bagi seluruh bangsa dan negara Indonesia.

"Jantung perekonomian negara saat ini adalah keuangan perbankan dan pajak pemerintah. Namun, kekuatannya saat ini terus menurun," ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis.

Ia menambahkan besaran pajak pemerintah kepada rakyat rata-rata 10 persen, tetapi banyak yang memanipulasi penghasilan dan pendapatannya agar tidak membayar pajak yang besar.

 

Zakat bisa lebih besar dari pajak..

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement