Kamis 05 Sep 2024 10:00 WIB

Indonesia Butuh 14,2 Miliar Dolar AS untuk Penuhi Perjanjian Paris

Indonesia memiliki potensi EBT yang sangat besar.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Pekerja menyelesaikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Kamis (15/2/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Pekerja menyelesaikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Kamis (15/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, BALI -- Indonesia harus berinvestasi sebesar 14,2 miliar dolar AS pada listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) untuk memenuhi komitmen dalam Paris Agreement dan target Net Zero Emission (NZE) di 2060. Dana itu untuk meningkatkan kapasitas listrik EBT menjadi 8,2 gigawatt (GW).

"Kita memerlukan investasi hingga tahun depan (2025) sebesar 14,2 miliar dolar AS guna menaikkan kapasitas dari EBT itu hingga 8,2 gigawatt (GW). Kita bisa menaikkan bauran energi terbarukan tahun depan dari 13 persen menjadi 21 persen," kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukkan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi saat menjadi panelis di acara The 7th Indonesia-China Energy Forum di Bali, Selasa (3/9/2024), seperti dikutip dari keterangan resmi, Kamis (5/9/2024).

Eniya mengatakan peningkatan kapasitas listrik EBT sesuai target pada tahun 2025 bukanlah sebuah keniscayaan namun memerlukan dana investasi yang sangat besar. "Jadi memang perlu dana yang besar, tetapi bukan tidak mungkin," katanya.

Eniya mengungkapkan sumber-sumber energi terbarukan di Indonesia yang mencukupi bahkan beberapa melimpah seperti energi surya (3.294 GW), angin (155 GW), air (95 GW), arus laut (63 GW), BBN (57 GW), dan panas Bumi (23 GW).