REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL— Keluarga sandera Amerika Serikat yang ditawan Hamas mendesak Gedung Putih untuk mempertimbangkan dengan serius mendahului Israel dan membuat kesepakatan sepihak dengan Hamas untuk membebaskan mereka, menurut laporan media Amerika Serikat.
Pembahasan mengenai pilihan ini sedang berjalan saat ini di pemerintahan Biden, seperti yang dilaporkan NBC, mengutip lima sumber tanpa nama yang memahami isu tersebut.
Pemerintah Amerika Serikat sedang mempertimbangkan opsi yang mengecualikan Israel, menurut sumber.
Para pejabat memberi tahu keluarga bahwa mereka berkomitmen untuk mengeksplorasi "setiap opsi," tetapi mengindikasikan bahwa kesepakatan yang melibatkan Hamas dan Israel tetap merupakan pendekatan terbaik.
Desakan baru untuk kesepakatan, bahkan yang melewati Israel, muncul setelah jenazah Hersh Goldberg-Polin, seorang sandera Amerika Israel, ditemukan minggu lalu di Gaza.
Pembahasan mengenai kesepakatan sepihak juga muncul ketika anggota keluarga dan beberapa pejabat pemerintahan semakin meragukan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akan menyetujui gencatan senjata di Gaza sebagai imbalan pembebasan sandera, menurut sumber terkait.
Banyak analis dan pengamat internasional, mengkritik Israel, menganggap Netanyahu tidak ingin dan tidak berniat mengakhiri perang, namun ingin terus melanjutkannya demi kepentingan kelangsungan politiknya.
Namun Amerika Serikat tetap menjadi pendukung terbesar Israel dalam perang tersebut, dan tampaknya tidak jelas bagaimana Gedung Putih akan bernegosiasi langsung dengan Hamas tanpa setidaknya mengekang dukungannya terhadap Tel Aviv.
Upaya perdamaian berbulan-bulan, terhenti oleh Netanyahu.
Selama berbulan-bulan, Amerika Serikat , Qatar, dan Mesir telah berupaya mencapai kesepakatan antara Israel dan Hamas untuk memastikan pertukaran tahanan dan gencatan senjata serta mengizinkan bantuan kemanusiaan memasuki Gaza.
Namun, upaya mediasi terhenti karena Netanyahu menolak memenuhi tuntutan Hamas untuk menghentikan perang.
Israel terus melanjutkan serangan brutal di Jalur Gaza sejak 7 Oktober ketika Hamas menyerang, meskipun resolusi Dewan Keamanan PBB menuntut gencatan senjata segera.
Lebih dari 40.800 warga Palestina terbunuh yang sebagian besar perempuan dan anak-anak serta 94.000 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Blokade yang terus berlanjut di daerah kantong tersebut telah menyebabkan kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan, yang mengakibatkan sebagian besar wilayah hancur.
Israel menghadapi tuduhan genosida atas tindakannya di Gaza di Mahkamah Internasional.