REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Dirreskrimum Polda Jawa Tengah (Jateng) Johanson Ronald Simamora mengungkapkan, sejauh ini pihaknya sudah memeriksa 11 orang saksi dalam kasus kematian Aulia Risma Lesterai (ARL), mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip). Dia menyebut, pengembangan bakal dilakukan dari keterangan-keterangan yang telah dihimpun.
"Sampai sekarang ada 11 (saksi) yang dilakukan pemeriksaan dan sampai sekarang masih berlangsung," kata Johanson saat ditemui awak media di Mapolda Jateng, Kamis (5/9/2024) malam.
Dia mengatakan, saksi-saksi yang sudah diperiksa meliputi anggota keluarga ARL, teman-teman seangkatan ARL, termasuk dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). "Jadi hasil dari pemeriksaan saksi ini pasti akan berkembang lagi, kita akan lakukan pemanggilan-pemanggilan," ucapnya.
Johanson mengungkapkan, meski hanya membuat satu laporan polisi, tapi ada beberapa hal yang dilaporkan pihak keluarga ARL ke Polda Jateng, yakni perbuatan tidak menyenangkan, penghinaan, dan pemerasan. "Jadi ada pasal 310, pasal 311, pasal 335, dan pasal 368 KUHP. Jadi ini yang kita dalami apakah laporan yang disampaikan ke pihak kepolisian masuk dalam unsur-unsur pidana," ujarnya.
Dia menambahkan, saat membuat laporan, pihak keluarga ARL sudah membawa sejumlah bukti. "Termasuk hasil investigasi Kemenkes itu akan kita dalami," kata Johanson.
Keluarga ARL membuat laporan ke Polda Jateng pada Rabu (4/9/2024). Pihak yang dilaporkan adalah beberapa senior di PPDS Anestesia Undip yang diduga melakukan perundungan terhadap ARL.
Saat membuat laporan ke Polda Jateng pada Rabu lalu, kuasa hukum keluarga ARL, Misyal Achmad, mengatakan, selama menjalani PPDS Anestesia di RSUP Dr.Kariadi, ARL diintimidasi, diancam, bahkan diperas oleh seniornya. "Ada intimidasi, pengancaman, yang mana bukti-buktinya sudah kita kasih ke pihak Polda Jateng. Untuk selanjutnya biar ini berproses, kita kawal bersama. Karena ini harus tuntas, jangan sampai ada korban-korban lain," ungkap Misyal.
Khusus terkait pemerasan, Misyal belum bisa menyebut berapa nominal yang telah dikeluarkan ARL. Kemudian perihal kabar bahwa ARL turut mengalami pelecehan seksual, Misyal membantah hal tersebut.
Misyal mengatakan, dia belum bisa mengungkap identitas para senior ARL yang dilaporkan ke Polda Jateng. "Yang dilaporkan kita belum berani sebut nama. Karena almarhumah, si korban ini sudah meninggal. Jadi ini sedang diproses oleh pihak kepolisian," ucap Misyal.
Dalam proses pelaporan, keluarga ARL membawa dan menyerahkan sejumlah bukti, antara lain bukti percakapan di platform perpesanan instan dan buku rekening. Misyal berharap, dengan dibuatnya pelaporan tersebut, korban-korban perundungan lainnya di PPDS Anestesia Undip berani bersuara. "Karena sudah ada indikasi ada korban-korban yang tidak berani mengadu," katanya.
"Mudah-mudahan (pelaporan kasus perundungan ARL) ini menjadi pintu masuk untuk korban-korban lain untuk berani mengadu. Supaya dunia kesehatan kita tidak terkontaminasi dengan hal-hal yang negatif," tambah Misyal.
Seperti diberitakan sebelumnya, ARL ditemukan meninggal dunia di kamar kosnya di Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang pada 12 Agustus 2024 lalu. Dokter berusia 30 tahun tersebut diduga bunuh diri karena mengalami perundungan dari para seniornya.
Pada 15 Agustus 2024, Undip menerbitkan keterangan pers yang menyatakan bahwa mereka telah melakukan investigasi internal terkait kematian ARL. Undip membantah ada perundungan terhadap ARL. Menurut Undip, ARL meninggal akibat penyakit yang dideritanya. Namun Undip tak mengungkap jenis penyakitnya.