Jumat 06 Sep 2024 10:57 WIB

Perintah Rektor ke Civitas Undip: Setop Komentari Kasus ARL

Rektor meminta agar semua pihak menunggu hasil penyidikan dari kepolisian.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Universitas Diponegoro (Undip) Semarang
Foto: Undip
Universitas Diponegoro (Undip) Semarang

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Suharnomo meminta jajaran civitas academica Undip untuk berhenti mengomentari kasus kematian Aulia Risma Lestari (ARL). ARL adalah mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Undip yang diduga bunuh diri karena mengalami perundungan dari para seniornya. 

"Saya minta jajaran civitas akademika berhenti berpolemik dan berdebat tentang peristiwa kematian mahasiswa PPDS Fakultas Kedokteran Undip. Stop sekarang juga. Tidak usah membuat pernyataan-pernyataan dan tidak usah terpancing, kita tunggu sampai ada hasil penyidikan resmi dari kepolisian,” kata Suharnomo dalam keterangan tertulis, Jumat (6/9/2024). 

 

Dia berharap, pihak-pihak lain di luar Undip bisa melakukan hal serupa. "Kami mohon pengertian, mari kita berikan waktu kepolisian untuk melaksanakan tugasnya. Rasanya pembahasan kematian dokter Aulia Risma Lestari sudah menjadi masalah hukum sehingga pihak-pihak di luar penyidik sebaiknya menahan diri. Jangan sampai masalah ini menjadi keruh dan menjadi bola liar,” ucapnya.

 

Suharnomo mengaku mengetahui bahwa keluarga ARL telah melaporkan kasus dugaan perundungan yang dialami dokter berusia 30 tahun tersebut ke Polda Jawa Tengah (Jateng). Oleh sebab itu Suharnomo meminta semua pihak agar tidak melontarkan tuduhan-tuduhan terlebih dulu hingga proses penyelidikan usai. 

 

“Kita percaya aparat penegak hukum akan melakukan tugasnya dengan baik. Biarlah proses hukum berjalan untuk membuka tabir tentang kasus ini. Tidak usahlah memperpanjang perdebatan soal itu. Kita tunggu saja proses hukumnya sampai selesai,” kata Suharnomo.

 

Dia memastikan, jika proses hukum kasus kematian ARL sudah selesai dan memiliki kekuatan hukum tetap, maka Undip bakal mengambil langkah lanjutan yang diperlukan. Suharnomo pun berjanji akan menindak jajaran Undip jika terbukti terlibat. 

 

“Tidak perlu banyak kata. Kalau ada yang dinyatakan bersalah, dan itu ada dalam lingkup kewenangan kami, pasti ada tindakan sesuai ketentuan yang ada. Saya bisa pastikan itu," ujar Suharnomo. 

 

Pada Rabu (4/9/2024) lalu, keluarga ARL melaporkan kasus dugaan perundungan yang dialami ARL ke Polda Jateng. Pihak yang dilaporkan oleh keluarga ARL adalah beberapa mahasiswa senior PPDS Anestesia Undip. 

 

Kuasa hukum keluarga ARL, Misyal Achmad, mengatakan, selama menjalani PPDS Anestesia di RSUP Dr.Kariadi, ARL diintimidasi, diancam, bahkan diperas oleh seniornya. "Ada intimidasi, pengancaman, yang mana bukti-buktinya sudah kita kasih ke pihak Polda Jateng. Untuk selanjutnya biar ini berproses, kita kawal bersama. Karena ini harus tuntas, jangan sampai ada korban-korban lain," ungkap Misyal di Mapolda Jateng pada Rabu lalu. 

 

Khusus terkait pemerasan, Misyal belum bisa menyebut berapa nominal yang telah dikeluarkan ARL. Kemudian perihal kabar bahwa ARL turut mengalami pelecehan seksual, Misyal membantah hal tersebut. 

 

Misyal mengatakan, dia belum bisa mengungkap identitas para senior ARL yang dilaporkan ke Polda Jateng. "Yang dilaporkan kita belum berani sebut nama. Karena almarhumah, si korban ini sudah meninggal. Jadi ini sedang diproses oleh pihak kepolisian," ucap Misyal.

 

Dalam proses pelaporan, keluarga ARL membawa dan menyerahkan sejumlah bukti, antara lain bukti percakapan di platform perpesanan instan dan buku rekening. Misyal berharap, dengan dibuatnya pelaporan tersebut, korban-korban perundungan lainnya di PPDS Anestesia Undip berani bersuara. "Karena sudah ada indikasi ada korban-korban yang tidak berani mengadu," katanya. 

 

"Mudah-mudahan (pelaporan kasus perundungan ARL) ini menjadi pintu masuk untuk korban-korban lain untuk berani mengadu. Supaya dunia kesehatan kita tidak terkontaminasi dengan hal-hal yang negatif," tambah Misyal.

 

Sementara itu Dirreskrimum Polda Jateng Johanson Ronald Simamora mengungkapkan, sejauh ini pihaknya sudah memeriksa 11 orang saksi dalam kasus kematian ARL.  Dia menyebut, pengembangan bakal dilakukan dari keterangan-keterangan yang telah dihimpun. "Sampai sekarang ada 11 (saksi) yang dilakukan pemeriksaan dan sampai sekarang masih berlangsung," kata Johanson saat ditemui awak media di Mapolda Jateng, Kamis (5/9/2024) malam. 

 

Dia mengatakan, saksi-saksi yang sudah diperiksa meliputi anggota keluarga ARL, teman-teman seangkatan ARL, termasuk dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). "Jadi hasil dari pemeriksaan saksi ini pasti akan berkembang lagi, kita akan lakukan pemanggilan-pemanggilan," ucapnya. 

 

Johanson mengungkapkan, meski hanya membuat satu laporan polisi, tapi ada beberapa hal yang dilaporkan pihak keluarga ARL ke Polda Jateng, yakni perbuatan tidak menyenangkan, penghinaan, dan pemerasan. "Jadi ada pasal 310, pasal 311, pasal 335, dan pasal 368 KUHP. Jadi ini yang kita dalami apakah laporan yang disampaikan ke pihak kepolisian masuk dalam unsur-unsur pidana," ujarnya. 

 

Dia menambahkan, saat membuat laporan, pihak keluarga ARL sudah membawa sejumlah bukti. "Termasuk hasil investigasi Kemenkes itu akan kita dalami," kata Johanson. 

 

ARL ditemukan meninggal di kamar kosnya di Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang pada 12 Agustus 2024 lalu. Dokter berusia 30 tahun tersebut diduga bunuh diri karena mengalami perundungan dari para seniornya.

 

Pada 15 Agustus 2024, Undip menerbitkan keterangan pers yang menyatakan bahwa mereka telah melakukan investigasi internal terkait kematian ARL. Undip membantah ada perundungan terhadap ARL. Menurut Undip, ARL meninggal akibat penyakit yang dideritanya. Namun Undip tak mengungkap jenis penyakitnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement