Senin 09 Sep 2024 07:14 WIB

Dampak Positif Penurunan FFR terhadap Indonesia Bergantung Kebijakan BI

The Fed mengisyaratkan penurunan suku bunga pada September.

Rep: Eva Rianti/ Red: Friska Yolandha
Pengamat menilai ekspektasi yang kuat mengenai penurunan suku bunga The Federal Reserve (FFR) pada FOMC September 2024 akan memberikan dampak positif secara langsung bagi Indonesia.
Foto: AP Photo/Seth Wenig
Pengamat menilai ekspektasi yang kuat mengenai penurunan suku bunga The Federal Reserve (FFR) pada FOMC September 2024 akan memberikan dampak positif secara langsung bagi Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pengamat menilai bahwa ekspektasi yang kuat mengenai penurunan suku bunga The Federal Reserve atau Fed Funds Rate (FFR) pada FOMC September 2024 akan memberikan dampak positif secara langsung bagi Indonesia. Kendali demikian, dampak tersebut akan tergantung pada kebijakan Bank Indonesia (BI) dalam menanggapinya. 

“Sinyal bahwa The Fed berencana menurunkan suku bunga dalam waktu dekat memang akan memiliki dampak langsung bagi Indonesia,” ujar Peneliti Next Policy Shofie Azzahrah kepada Republika, Ahad (8/9/2024). 

Baca Juga

Shofie menjelaskan, apabila The Fed menurunkan suku bunganya dalam waktu dekat, investor global kemungkinan akan mencari imbal hasil yang lebih tinggi di pasar negara berkembang seperti Indonesia. Hal itu dapat meningkatkan aliran modal masuk, yang kemungkinan akan memperkuat nilai tukar rupiah. 

“Namun, efek ini bisa bersifat sementara, tergantung pada kebijakan Bank Indonesia dan kondisi eksternal lainnya. Sebaliknya, perubahan mendadak dalam kebijakan ini juga bisa menciptakan volatilitas nilai tukar rupiah, yang dapat memengaruhi stabilitas ekonomi,” jelasnya. 

Ia juga menyampaikan, penurunan suku bunga The Fed yang memberi dampak penguatan nilai tukar rupiah  yang pada gilirannya dapat menurunkan biaya impor barang-barang dan mengurangi tekanan inflasi impor. Kendati demikian, Shofie kembali menekankan dampak dari kebijakan BI dan aplikasi di pasar nantinya. 

“Namun, hal ini juga akan bergantung pada seberapa besar pengaruh penguatan rupiah terhadap stabilitas harga barang domestik,” tutur dia. 

Sebelumnya diketahui, para pejabat bank sentral AS atau The Federal Reserve telah mengisyaratkan bahwa mereka siap untuk memulai serangkaian pemangkasan suku bunga pada pertemuan FOMC mendatang. Isyarat itu dengan mencatat adanya pendinginan di pasar tenaga kerja yang dapat meningkat menjadi lebih buruk jika tidak ada perubahan kebijakan. 

Mengutip dari Reuters, pernyataan mereka secara luas dianggap mendukung pengurangan seperempat poin persentase dalam suku bunga kebijakan The Fed. Dan membiarkan pintu terbuka untuk pergerakan lebih lanjut dan mungkin lebih besar jika pasar kerja terus melambat.

Para pembuat kebijakan telah mempertahankan suku bunga pinjaman acuan The Fed dalam kisaran 5,25-5,50 persen  saat ini sejak Juli 2023, setelah kampanye kenaikan suku bunga agresif yang dimulai 18 bulan sebelumnya sebagai respons terhadap lonjakan inflasi.

Inflasi menurut ukuran yang disukai The Fed sekarang jauh lebih rendah dari puncaknya pada pertengahan 2022 sekitar 7 persen. Tingkat pengangguran pada 3,5 persen ketika Fed berhenti menaikkan suku bunga, kini telah meningkat menjadi 4,2 persen, dan pertumbuhan lapangan kerja bulanan telah melambat.

Bankir sentral AS telah mengubah kebijakan moneter, menyelesaikan peralihan mereka ke fokus mendukung lapangan kerja dari yang sebelumnya hanya fokus pada penurunan inflasi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement