REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Merger atau penggabungan dua pengelola bandara yakni PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II menandai fase baru dalam penguatan sektor kebandarudaraan Indonesia. Kini, 37 bandara yang sebelumnya berada di bawah dua BUMN tersebut melebur ke dalam satu pengelolaan di bawah PT Angkasa Pura Indonesia yang juga anggota holding BUMN pariwisata dan pendukung atau InJourney.
"Hari ini menjadi hari yang bersejarah untuk kita semua. Tepat hari ini kita menjadi operator bandara nomor lima terbesar dunia," ujar Dony saat peresmian merger PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II menjadi PT Angkasa Pura Indonesia bersama Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Kantor Pusat Injourney, Gedung Sarinah, Jakarta, Senin (9/9/2024).
Dony menyinggung peran Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di balik kesuksesan merger Angkasa Pura Indonesia atau InJourney Airports. Erick dan Budi, lanjut Dony, menekankan proses integrasi dua BUMN harus berjalan optimal tanpa mengganggu operasional.
"Desember lalu, kami mendapat amanah dari Pak Erick dan Pak Budi untuk menyatukan bandara kita," ucap Dony.
Dalam waktu sembilan bulan, lanjut Dony, InJourney bersama Angkasa Pura Indonesia membentuk sejumlah workstream. Pasalnya, dua pengelola bandara ini memiliki kebijakan operasional, komersial, hingga TI yang berbeda.
"Kami juga melakukan proses transformasi di sisi komersial dan pendapatan non aero tahun ini berhasil tumbuh 49 persen," lanjut Dony.
Direktur Utama PT Angkasa Pura Indonesia Faik Fahmi berkeyakinan penggabungan ini akan mampu meningkatkan kinerja perusahaan. Faik menargetkan pertumbuhan Ebitda mencapai Rp 9 triliun, target pendapatan sebesar Rp 20,3 triliun untuk tahun ini dan menjadi Rp 30 triliun dalam lima tahun mendatang pascamerger.
"Untuk jumlah penumpang di 37 bandara tahun ini kita targetkan 170 juta," ujar Faik.
Faik mengatakan terdapat tiga tujuan utama merger Angkasa Pura, pertama membangun konektivitas untuk mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Kedua, Angkasa Pura Indonesia ingin mengubah wajah bandara sebagai etalase kebanggaan Indonesia.
"Ketiga, kita ingin menciptakan value creation, termasuk mendorong dari sisi komersial untuk bisa setara dengan standar global," ucap Faik.
Faik menyampaikan Angkasa Pura Indonesia telah melakukan simplifikasi dari sisi prosedur. Terdapat pemangkasan 1.400 prosedur menjadi 96 prosedur untuk optimaliasi dari sisi birokrasi.
"Dengan begitu, organisasinya bisa menjadi lebih sederhana dan lincah," kata Faik.