REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia memiliki potensi energi baru dan terbarukan (EBT) yang sangat besar. Lalu, bagaimana memaksimalkan potensi tersebut demi mempercepat transisi energi?
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, ada empat faktor penting yang perlu diperhatikan untuk mempercepat transisi energi. "Yang pertama adalah butuh kebijakan. Artinya, kebijakan yang bisa mendukung investasi untuk energi terbarukan, dan juga mengintegarasikan energi terbarukan di dalam sistem energi," kata Fabby dalam konferensi pers pembukaan Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2024, di Jakarta, Selasa (10/9/2024).
Faktor kedua, Indonesia butuh teknologi memadai. Ia mengatakan, teknologi untuk mengonversi sumber daya energi terbarukan menjadi energi yang bisa dipakai secara langsung sangat diperlukan.
Ketiga, kata Fabby, dibutuh pendanaan. Pemerintah butuh biaya besar untuk membangun infrastruktur ini. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut pemerintah membutuhkan 14,02 miliar dolar AS untuk mencapai bauran EBT 20 persen.,
"Yang terakhir juga perlu yaitu dukungan dan peran partisipasi masyarakat dan seluruh stakeholder. Saya kira ini faktor yang penting dan oleh karena itu, jika tidak ada empat faktor ini akan sulit kita rasanya untuk mendorong ebt dalam rangka mencapai dekarbonisasi," ujar Fabby.
IESR berharap lewat forum seperti ISEW dipakai untuk mengakselerasi pengembangan EBT. Ada upaya mendorong para pembuat kebijakan menyusun kerangka dan regulasi yang berorientasi pengembangan EBT.
Fabby memahami target 23 persen bauran EBT pada 2025 agak sulit dikejar. Tapi paling tidak berbagai upaya sedang dilakukan menuju kee arah itu. Hal ini terlihat lewat berbagai perjanjian kerja sama, pelaksanaan sejumlah proyek, dan berbagai strategi lainnya.