REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dalam Sirah Nabawiyah yang ditulis Syekh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri dijelaskan tujuh tingkatan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menyebutkan tingkatan-tingkatan wahyu tersebut.
Pertama, mimpi yang hakiki. Ini merupakan permulaan wahyu yang turun kepada Nabi Muhammad SAW.
Kedua, apa yang disusupkan ke dalam jiwa dan hati Nabi Muhammad SAW tanpa dilihatnya. Sebagaimana yang dikatakan Nabi Muhammad SAW, "Sesungguhnya Ruhul-Qudus menghembuskan ke dalam diriku, bahwa suatu jiwa sama sekali tidak akan mati hingga disempurnakan rezekinya. Maka bertakwalah kepada Allah, baguskan dalam meminta, dan janganlah kalian menganggap lamban datangnya rezeki, sehingga kalian mencarinya dengan cara mendurhakai Allah, karena apa yang ada di sisi Allah tidak akan bisa diperoleh kecuali dengan menaati-Nya."
Ketiga, malaikat muncul di hadapan Nabi Muhammad SAW dalam rupa seorang laki-laki, lalu berbicara dengan beliau hingga beliau bisa menangkap secara langsung apa yang dibicarakannya. Dalam tingkatan ini kadang-kadang para sahabat juga bisa melihatnya.
Keempat, wahyu itu datang menyerupai bunyi gemerincing lonceng. Ini merupakan wahyu yang paling berat dan malaikat tidak terlihat oleh pandangan Nabi Muhammad SAW.
Ketika wahyu ini datang, dahi Nabi Muhammad SAW berkerut mengeluarkan keringat sekalipun pada waktu yang sangat dingin, dan hingga hewan tunggangan beliau menderum ke tanah jika beliau sedang menaikinya.
Wahyu seperti itu sekali pernah datang tatkala paha beliau berada di atas Zaid bin Tsabit, sehingga Zaid merasa keberatan dan hampir saja tidak kuat menyangganya.
Aisyah Radhyalahu anha berkata, "Aku pernah melihat Nabi ketika diturunkan wahyu kepadanya pada hari yang sangat dingin, lalu wahyu selesai darinya sementara keningnya penuh dengan keringat," (HR Imam Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Nasa'i).
Kelima, Nabi Muhammad SAW bisa melihat malaikat dalam rupa aslinya, lalu menyampaikan wahyu seperti yang dikehendaki Allah kepada beliau. Wahyu seperti ini pernah datang dua kali, sebagaimana yang disebutkan Allah di dalam Surat An-Najm.
Keenam, wahyu yang disampaikan Allah kepada beliau, yaitu di atas lapisan-lapisan langit pada malam Mi'raj, berisi kewajiban sholat dan lain-lainnya.
Ketujuh, Allah berfirman secara langsung dengan Nabi tanpa menggunakan perantara, sebagaimana Allah berfirman dengan Nabi Musa bin Imran. Wahyu semacam ini pasti berlaku bagi Nabi Musa berdasarkan nash Alquran dan menurut penuturan beliau dalam hadits tentang Isra.
Sebagian pakar menambahi dengan tingkatan wahyu yang kedelapan, yaitu Allah berfirman langsung di hadapan Nabi Muhammad SAW tanpa ada tabir. Ini termasuk masalah yang dipertentangkan orang-orang salaf maupun khalaf.
Begitulah uraian singkat tentang tingkatan-tingkatan wahyu, dari yang pertama hingga kedelapan. Namun yang pasti, tingkatan yang terakhir ini merupakan pendapat yang tidak kuat.