REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Diplomat utama Uni Eropa, Josep Borrell telah memperingatkan bahwa meningkatnya kekerasan di Tepi Barat, Palestina yang diduduki Israel sejak meletusnya perang Israel di Gaza berarti wilayah itu berisiko menjadi Gaza baru.
TRT World melaporkan mengutip pernyataan Borrell pada pertemuan tingkat menteri Liga Arab di Kairo bahwa rezim Israel tengah membuka front baru dengan tujuan yang jelas. Yakni mengubah Tepi Barat menjadi Gaza baru, dengan meningkatnya kekerasan, mendelegitimasi Otoritas Palestina, dan memicu provokasi untuk bereaksi dengan tegas.
Borrell menambahkan, Israel juga tidak segan-segan mengatakan kepada dunia bahwa satu-satunya cara untuk mencapai penyelesaian damai adalah dengan mencaplok Tepi Barat dan Gaza.
"Anggota kabinet Israel yang radikal berusaha membuat tidak mungkin untuk menciptakan negara Palestina di masa depan," kata Borrell, dikutip dari laman MEHR News Agency, Rabu (11/9/2024).
Palestina oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan beberapa anggota kabinet telah digambarkan sebagai ancaman bagi rezim Zionis.
Beberapa menteri Israel baru-baru ini menyerukan untuk meningkatkan serangan militer di Tepi Barat.
"Tanpa tindakan, Tepi Barat akan menjadi Gaza baru," kata Borrell.
"Dan Gaza akan menjadi Tepi Barat baru, karena gerakan pemukim sedang mempersiapkan pemukiman baru," katanya dalam pertemuan tersebut.
"Masyarakat internasional menyesalkan, merasakan, dan mengutuk, tetapi merasa sulit untuk bertindak," ujar Borrell.
Kekerasan di Tepi Barat, yang telah dijajah Israel sejak 1967 dan dipisahkan dari Gaza oleh rezim Zionis Israel, telah berkobar bersamaan dengan perang yang dimulai pada 7 Oktober 2023.
Di belahan dunia lain, calon presiden Amerika Serikat (AS) saling klaim bahwa mereka peduli dan mendukung Israel.
Calon presiden AS dari Partai Demokrat, Kamala Harris mengaku mendukung Israel sepanjang karir hidupnya. Namun Harris juga menyeru agar perang di Gaza diakhiri.
"Juga benar bahwa terlalu banyak warga Palestina yang tidak bersalah telah terbunuh. Anak-anak, ibu-ibu. Yang kita tahu adalah bahwa perang ini harus diakhiri. Harus segera diakhiri, dan cara untuk mengakhirinya adalah kita memerlukan kesepakatan gencatan senjata, dan kita harus mengeluarkan para sandera. Kita akan terus bekerja sepanjang waktu untuk itu," kata Harris, dikutip dari laman TRT World, Rabu (11/9/2024).
Sementara, calon presiden AS dari Partai Republik, Donald Trump menuduh Harris bersikap anti-Israel.
"Dia (Harris) membenci Israel. Jika dia menjadi presiden, saya yakin Israel tidak akan ada dalam waktu dua tahun dari sekarang," kata Trump.