REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebahagiaan bersama Nabi Muhammad SAW sesungguhnya tak hanya milik para sahabat dan kaum Muslimin yang hidup di awal periode Islam. Kebahagiaan itu juga milik semua orang yang beriman kepada beliau, meskipun mereka tidak pernah bertemu dan melihatnya secara langsung. Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasul SAW memberikan penghormatan lebih besar justru kepada orang-orang Islam generasi belakangan.
Sabda beliau, "Berbahagialah orang yang melihatku dan beriman kepadaku, lalu berbahagialah (Rasul mengulang ini tiga kali --Red) orang yang tidak pernah melihatku, tetapi beriman kepadaku" (HR Ahmad dari Abi Sa`id al-Khudri).
Dalam hadis Ahmad yang lain dari Abi Umamah, juga dari Anas Ibn Malik, diterangkan bahwa penghormatan Nabi itu diungkapkan bukan tiga kali, melainkan tujuh kali. Pertanyaannya, mengapa Rasul memberikan penghargaan begitu besar justru kepada orang-orang yang beriman dari generasi belakangan? Apakah penghormatan itu pantas buat mereka? Jawabannya, penghargaan itu tentu saja tepat dan pantas buat mereka karena tiga alasan berikut ini.
Pertama, mereka beriman kepada Rasul meski tak pernah melihat dan bertemu beliau secara langsung. Mereka tetap beriman meski tidak menyaksikan wibawa dan mukjizat Rasul dalam kehidupan sehari-hari. Ini merupakan suatu keutamaan. Di sini, menurut al-Manawi, pengarang Faydh al-Qadir, terkandung 'kekuatan iman' yang sangat kuat pada kaum Muslim generasi belakangan.