REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian BUMN menyampaikan komitmennya untuk terus menerapkan prinsip environmental, social, and governance (ESG) sebagai upaya dalam mewujudkan tujuan keberlanjutan. Aspek sosial dan tata kelola dinilai sudah cukup maksimal dilakukan, sementara aspek lingkungan masih menghadapi sejumlah tantangan.
Asisten Deputi Bidang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Kementerian BUMN Fahrudin menjelaskan, komitmen dalam menerapkan ESG tercermin pada tujuan dari BUMN itu sendiri. Kementerian BUMN diketahui memiliki dua tujuan utama, yaitu agent of value creator dan agent of development.
Pada sisi agent of value creator, BUMN didesain untuk memberikan nilai, baik bagi stakeholder maupun pemerintah selalu pemilik badan usaha. Itu diklasterisasi bagi BUMN yang memiliki persaingan yang tinggi, seperti pada usaha perbankan dan telekomunikasi.
Sementara pada sisi agent of development, BUMN memenuhi kebutuhan masyarakat atau industri yang belum bisa terpenuhi. Sehingga kebutuhan masyarakat menjadi terpenuhi, terutama yang kemudian berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
Contohnya, kata dia, BUMN membangun jalan tol di Sumatra yang secara feasibility study tidak mungkin swasta mau mengambilnya. Sehingga jika secara hitung-hitungan bahwa akan ada pertumbuhan-pertumbuhan ekonomi baru di wilayah Sumatra, maka BUMN yang mengimplementasikan itu.
Kemudian juga pada agent of development tersebut, hadir Perum Bulog yang menangani persoalan pangan, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang menangani masalah kelistrikan, serta PT Pertamina yang mengakomodasi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dan bahan bakar gas (BBG).
“Meskipun ada dua bagian ini, tapi tetap saja ini adalah untuk kemakmuran masyarakat. BUMN sebagai value creator nanti pada ujungnya menciptakan pajak dan dividen, masuk APBN, yang itu kembali lagi ke masyarakat,” kata Fahrudin dalam acara ESG Summit Republika 2024 bertajuk ‘ESG Ala Indonesia’ yang digelar di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (12/9/2024).
Dampak bagi masyarakat adalah di antaranya dalam bentuk terciptanya fasilitas-fasilitas yang mempermudah aktivitas ekonomi, yang pada gilirannya bisa menciptakan kesejahteraan. Fahrudin menyebut, Kementerian BUMN telah menjalankan nilai-nilai sosial yang terkandung dalam konsep ESG.
“Sebetulnya segi sosial BUMN sudah mengimplementasikan prinsip-prinsip sosial dalam ESG,” tuturnya.
Kemudian dari sisi tata kelola, Fahrudin menuturkan bahwa aspek tersebut juga sudah diwujudkan. Jika dibandingkan dengan swasta, ia menyebut level of playing field BUMN berbeda. Swasta setidaknya ada empat ketentuan yang harus diikuti, sedangkan di BUMN ada 13 ketentuan yang harus diikuti.
“Dengan level of playing field yang berbeda ini, jadi dari sisi governance itu sudah dapat dibaca, bahwa mengikuti 13 ketentuan akan lebih governance dibandingkan hanya empat ketentuan. Meski saya tidak menafik kemungkinan bahwa swasta ada yang lebih bagus,” terangnya.
Sementara itu, dari sisi environmental, Fahrudin mengakui masih perlu banyak upaya untuk bisa mewujudkan aspek tersebut dengan lebih maksimal. Sebab, tantangannya pun juga besar, terutama persoalan biaya.
“Dari segi environmental masih banyak yang dibutuhkan. Seperti PLN, misalnya, rencana jangka panjangnya berusaha mengurangi batu bara untuk pembangkit listriknya, namun dengan investasi yang ramah, itu membutuhkan biaya,” jelasnya.