Wujudkan Jari Tangan Ramah Lingkungan Ala ‘Profesor Bakteri’
INDRAMAYU -- Tanaman padi terhampar bak permadani hijau di Desa Kedokanbunder Wetan dan Desa Kaplongan, Kecamatan Kedokan Bunder, Kabupaten Indramayu, Jumat (13/9/2024). Warna daunnya yang ijo royo-royo dan postur batangnya yang berdiri tegak, menunjukkan tanaman padi di perbatasan dua desa itu tumbuh subur, tanpa ada hama dan penyakit yang menyerangnya.
Pasokan air yang bersumber dari Waduk Jatigede, Kabupaten Sumedang, juga tersedia dengan cukup di saluran irigasi yang memanjang di sisi areal persawahan. Tak pernah ada cerita kekeringan di daerah tersebut.
Di usianya yang menginjak 35 hari, tanaman padi dengan varietas Mira di hamparan seluas 85 hektare itu, sudah siap untuk berbulir. Lahan tersebut dimiliki oleh dua kelompok tani, yakni Kelompok Sri Trusmi Satu dan Kelompok Sri Mandiri Sejahtera.
Kondisi tanaman padi yang subur serta terbebas dari hama dan penyakit itu tak lepas dari inovasi yang dilakukan Ketua Kelompok Sri Trusmi Satu, Waklan. Melalui serangkaian uji coba yang dilakukannya sendiri, petani asal Desa Kedokanbunder Wetan itu berhasil menciptakan pupuk organik serta pembasmi hama dan penyakit secara alami berbagis agens pengendali hayati (APH).
Keberhasilan Waklan dalam mengembangkan pertanian ramah lingkungan itu diawali dari kegelisahannya sebagai petani. Dia mengatakan, hasil yang diperolehnya saat panen, sebagian besar habis untuk membayar utang di kios tani guna pembelian pupuk dan pestisida kimia selama masa tanam.
‘’Petani lainnya juga mengalami hal yang sama,’’ ujar Waklan, saat ditemui Republika di areal persawahannya di Desa Kedokanbunder Wetan.
Pria kelahiran 11 April 1977 itu kemudian melakukan uji coba membuat pupuk organik sendiri pada 2014 silam. Dia memanfaatkan kotoran hewan, sekam, bekatul, molase (gula cair) dan jerami bekas panen, yang sebelumnya hanya dibakar di sawah karena dianggap tidak bermanfaat. Ia juga menambahkan APH Trichoderma.
Waklan menjadikan kamar tidurnya yang berukuran 4 X 4 meter sebagai ‘laboratorium’. Meski mengundang protes dari sang istri, namun ia tak berhenti melakukan serangkaian uji coba dan penyempurnaan formula pupuk organik secara otodidak.
Hasilnya, tercipta pupuk organik tricho bokashi racikan Waklan sendiri. Setelah diaplikasikan di lahannya, hasil panennya meningkat signifikan. Dia pun mulai meninggalkan pupuk kimia.
Waklan tak berhenti. Selain membutuhkan pupuk, tanaman padinya juga harus terbebas dari hama dan penyakit. Karenanya, ia membuat pestisida nabati dari tumbuh-tumbuhan, salah satunya sirih hutan, untuk mengatasi serangan hama wereng batang coklat. Dan berhasil.
Pada 2017, Waklan semakin menggeluti teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan memanfaatkan APH. Selain Trichoderma sp yang digunakan untuk membuat pupuk organik tricho bokashi, ia juga mengembangkan APH lainnya untuk membuat pestisida alami. Yakni, Paennibacillus polymyxa, Lecanicilium lecani, Beauveria sp, Plant Growt Promoting Rhizobakteria (PGPR), Pseudomonas sp dan Bacillus sp.
Dengan menggunakan bakteri dan jamur tersebut, Waklan menciptakan musuh alami bagi hama dan penyakit yang mengancam tanaman padinya. Seperti misalnya, jenis APH Paennibacillus polimyxa, yang digunakan untuk mengatasi semua jenis penyakit yang terbawa oleh benih, seperti hawar daun dan blas. Selain itu, Beauveria sp, untuk mengatasi penyakit kresek.
Lagi-lagi, Waklan menggunakan kamar tidurnya sebagai ‘laboratorium’ untuk membuat formula pembasmi hama dan penyakit. Puluhan botol berisi jamur dan bakteri pun memenuhi isi kamarnya. Bahkan, isi kulkas di rumahnya juga harus berbagi ruang antara makanan untuk dikonsumsi keluarganya dengan botol berisi jamur dan bakteri.
Layaknya seorang profesor, Waklan yang tidak tamat sekolah dasar (SD) itu terus menerus bergelut dengan penelitian dan uji coba bakteri dan jamur. Secara otodidak, ia berusaha menciptakan formula pestisida alami yang handal.
Semua upaya yang dilakukan Waklan itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Kegagalan demi kegagalan dialaminya. Ia juga harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk melakukan ‘risetnya’, serta waktu dan tenaga yang ekstra. Belum lagi cemoohan petani lainnya yang menganggapnya melakukan hal yang aneh.
Padahal, formula pupuk organik maupun pestisida alami yang diciptakan Waklan kemudian terbukti efektif setelah diterapkan di lahan sawahnya. Ia pun dengan sukarela mau membagikan ilmunya itu secara gratis kepada petani lainnya.
‘’Tapi tidak mudah mengubah pemikiran dan kebiasaan petani,’’ ucap ayah tiga anak tersebut.
Langkah Waklan untuk mengembangkan pertanian ramah lingkungan itupun dilirik oleh Pertamina EP Jatibarang Field. Melalui program corporate social responsibility (CSR) Jari Tangan (Jerih Payah Petani untuk Ketahanan Pangan), perusahaan plat merah itu menjadikannya sebagai mitra binaan sejak 2018.
Dukungan yang diberikan Pertamina di antaranya berupa gedung laboratorium, yang dibangun di halaman rumah Waklan, di Blok Truwali RT 12 RW 03, Desa Kedokanbunder Wetan, Kecamatan Kedokanbunder, Kabupaten Indramayu. Dengan adanya laboratorium itu, kamar tidur Waklan pun bisa terbebas dari bakteri dan jamur.
Bantuan lain yang diberikan di antaranya alat-alat laboratorium, seperti mikroskop, gelas ukur dan aerator. Adapula lemari pendingin khusus untuk menyimpan bakteri dan jamur serta rumah produksi agen hayati.
Dengan dukungan itu, Waklan yang dikenal dengan sebutan ‘profesor bakteri’ semakin intens dalam mengembangkan APH. Dan seiring berjalannya waktu serta bukti hasil yang nyata, jumlah petani yang menerapkan pertanian ramah lingkungan seperti dirinya juga terus bertambah.
Pada 2021 lalu, areal sawah yang menggunakan agens hayati atau perlakuan organik 100 persen hanya seluas tiga hektare dan menggunakan semi organik seluas 19 hektare.
Namun pada 2023, areal lahan yang menggunakan agens hayati 100 persen menjadi 22 hektare pada lokasi kelompok, dan 62 hektare (perlakuan organik dan semi organik) di beberapa lokasi di luar kelompok Sri Trusmi Satu.
Selain luasan lahan yang semakin bertambah, produksi padi juga mengalami peningkatan yang signifikan. Pada 2019 musim tanam I, jumlah produksi padi mencapai 6,58 ton per hektare, dan pada musim tanam II meningkat menjadi 7,06 ton per hektare.
Pada 2023, produksi padi pada musim tanam I meningkat sebanyak 7,26 ton per hektare dan musim tanam II menjadi 7,84 ton per hektare. Peningkatan produksi itupun berbanding lurus dengan pendapatan petani setiap hektarnya.
Tabel Produksi, Produktivitas dan Pendapatan Kelompok Tani Sri Trusmi Satu Pada Lahan Pengguna APH Dalam Lima Tahun Terakhir (Sumber : Kelompok Sri Trusmi Satu)
Selain menerima bantuan, dalam program CSR Jari Tangan itu, Waklan juga diminta melakukan safari/keliling untuk mentransfer ilmunya ke kelompok tani lainnya. Dalam safari itu, ia mengedukasi para petani ilmu tentang APH, penggunaan APH dan cara perbanyakan APH.
Perang Melawan Serangan Tikus
Tak hanya mengembangkan APH, Waklan juga menerapkan teknologi ramah lingkungan dalam menghadapi hama yang wujudnya lebih besar, yakni tikus. Si moncong itu menjadi musuh yang sangat menjengkelkan bagi petani karena bisa membuat tanaman padi habis atau rusak dalam sekejap.
Selama ini, petani setempat mengatasi tikus dengan gropyokan, menggunakan solar, maupun racun tikus. Petani juga harus begadang hingga dini hari di sawah, untuk mencegah tikus agar tidak menghabiskan tanaman padi. Namun tikus yang tertangkap, hanya hitungan jari.
Di wilayah kecamatan lain, bahkan tak sedikit petani yang memasang jebakan listrik untuk menghadapi tikus. Namun, cara tersebut terbukti menimbulkan korban jiwa pada sejumlah petani yang tersetrum hingga meninggal dunia.
Untuk itu, Pemkab melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Indramayu telah mengeluarkan surat Nomor: 500.6.12.3/141/TP. Surat itu berisi larangan penggunaan jebakan listrik untuk membasmi tikus.
Menyadari hal tersebut, Waklan pun menerapkan penggunaan TBS (Trap barrier system) dan LTBS (Line trap barrier system). Keduanya adalah teknik pengendalian tikus yang mampu menangkap banyak tikus sawah terus menerus selama musim tanam (sejak tanam hingga panen).
‘’Caranya dengan memasang bubu perangkap tikus dan bentangan terpal di areal sawah. Hasilnya sangat efektif dan lebih murah. Hanya dalam semalam, pernah satu bubu bisa menangkap sampai 20 ekor tikus. Jadi di pagi hari, kami tinggal merendam bubu ke air hingga membuat tikusnya mati. Setelah itu, tikus dipendam di dalam tanah dan bubunya dipasang lagi,’’ terang Waklan.
Teknik TBS dan LTBS juga tidak mengganggu pipa Pertamina, yang jaraknya selemparan batu dari areal persawahan petani. Selama ini, tanah dibawah pipa Pertamina dijadikan lubang persembunyian favorit oleh tikus.
Petani yang kesal, terkadang ada yang membakar lubang-lubang tikus itu. Tindakan tersebut sangat berbahaya karena bisa memicu kebakaran pipa Pertamina.
‘’Jadi kalau pakai bubu, aman bagi lingkungan, aman bagi petani dan tidak mengganggu pipa Pertamina,’’ katanya.
Waklan juga memasang rumah burung hantu (Rubuha). Namun, penggunaan Rubuha hanya bisa untuk membasmi tikus dalam jangka panjang.
Mandiri Setelah Program Pendampingan Berakhir
Setelah mendapat pendampingan selama lima tahun, program CSR dari Pertamina bagi Waklan dan kelompok taninya dinyatakan berakhir pada 2022 silam. Meski demikian, hal itu tidak melemahkan sang ‘profesor bakteri’ dan para anggotanya.
Waklan justru menetapkan rencana strategis pengembangan kelompok selama lima tahun (2022-2027). Ada tiga rencana strategis yang menjadi komitmen bersama anggota kelompoknya.
Pertama, meningkatan SDM petani anggota maupun petani diluar anggota, dengan mengenalkan teknologi ramah lingkungan pengembangan APH. Caranya, melaksanakan kegiatan Safari Pertanian di lokasi sentra pertanian.
Kedua, meningkatkan kualitas mutu produk APH yang dihasilkan. Ketiga, meningkatkan informasi teknologi dan pembelajaran lewat Digitalisasi Pertanian (YouTube, Facebook dan lainnya).
‘’Kami berharap, dengan tiga rencana strategis itu, penanganan OPT secara ramah lingkungan makin diminati petani di Indramayu dan daerah lainnya,’’ ucap Waklan.
Para petani di Kabupaten Indramayu, yang telah memperoleh transfer ilmu dari Waklan di antaranya tersebar di Kecamatan Juntinyuat, Sukra, Pasekan, Terisi, Cikedung, Gabus Wetan, Karangampel, Balongan, Gantar, Bongas, Anjatan, Sukagumiwang, Krangkeng, dan Kroya.
Sedangkan petani daerah lain di luar Kabupaten Indramayu yang telah menimba ilmu dari Waklan di antaranya datang dari Cirebon, Subang, dan Sumedang. Waklan juga menjadi narasumber di berbagai daerah, baik mewakili Kabupaten Indramayu maupun Provinsi Jawa Barat.
Langkah Waklan itu merupakan bentuk nyata dukungannya untuk meningkatkan produksi padi di Kabupaten Indramayu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, produksi padi Kabupaten Indramayu pada 2023 mencapai 1.419.735,58 ton gabah kering giling (GKG).
Dengan capaian produksi itu, Kabupaten Indramayu menempati urutan pertama daerah penghasil produksi padi (GKG) tertinggi di Jawa Barat. Merujuk pada Provinsi Jawa Barat Dalam Angka 2024 yang dikeluarkan oleh BPS, lima daerah tertinggi produksi padinya adalah Kabupaten Indramayu (1.419.735,58 ton), Kabupaten Karawang (1.096.656,79 ton), Kabupaten Subang (1.016.077,04 ton), Kabupaten Cianjur (639.006,05 ton) dan Kabupaten Majalengka (556.781,75 ton).
Tabel Produksi Padi di Lima Daerah Tertinggi di Jabar Tahun 2023
Sementara itu, Officer Communication Relations Pertamina EP Jatibarang Field, Andhar Lutfi, mengungkapkan, pihaknya sengaja melakukan tanggung jawab sosial lingkungan di bidang pertanian melalui program Jari Tangan di Kabupaten Indramayu.
Hal itu mengingat Kabupaten Indramayu merupakan daerah lumbung padi nasional. Selain itu, di Kabupaten Indramayu juga banyak terdapat sumur Pertamina dan anak usaha Pertamina.
‘’Jari Tangan dimaksudkan agar produksi migas nasional berjalan seiring dengan produksi pertanian yang ada di Kabupaten Indramayu. Jadi ketahanan pangan sejalan dengan ketahanan migas,’’ ucap Andhar, saat ditemui di areal persawahan milik Kelompok Sri Trusmi Satu di Desa Kedokanbunder Wetan.
Setelah lima tahun memberikan pendampingan, Andhar mengungkapkan, Waklan dan kelompok taninya telah berhasil menerapkan program Jari Tangan secara mandiri. Dia juga menilai, kemampuan Waklan sudah mumpuni untuk mentransfer ilmunya kepada kelompok-kelompok lain agar juga menerapkan pertanian ramah lingkungan. n lilis sri handayani