Sabtu 14 Sep 2024 07:32 WIB

Amerika Latin Diselimuti Asap Kebakaran Hutan

Sebagian besar kebakaran yang dipicu manusia diperburuk perubahan iklim.

Rep: Lintar Satria/ Red: Mas Alamil Huda
Seorang pria melompat di atas skimboard di Spanish Banks saat asap dari kebakaran hutan membakar di pusat kota di Vancouver, British Columbia, Kamis 6 Oktober 2022.
Foto: AP/DARRYL DYCK/The Canadian Press
Seorang pria melompat di atas skimboard di Spanish Banks saat asap dari kebakaran hutan membakar di pusat kota di Vancouver, British Columbia, Kamis 6 Oktober 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, SAOPAULO -- Hampir seluruh Amerika Latin tertutupi asap kebakaran hutan. Titik api di benua itu mencapai rekor tertingginya.

Data satelit yang dianalisa badan antariksa Brasil, Inpe, tahun ini terjadi 346.112 titik api di 13 negara Amerika Selatan. Memecahkan rekor sebelumnya 345.322 titik api pada tahun 2007 lalu.

Baca Juga

Asap yang berasal dari kebakaran hutan di Brasil menghitamkan langit kota-kota seperti Sao Paulo. Terlihat asap hitam yang membentang di Amerika Selatan mulai dari Kolombia sampai Uruguay.

Brasil dan Kolombia mengerahkan ribuan pemadam kebakaran untuk mengendalikan api. Tapi sebagian besar masih berkobar karena cuaca ekstrem menambah besar api.

Ilmuwan mengatakan, sebagian besar kebakaran yang dipicu manusia diperburuk kondisi kering dan panas yang disebabkan perubahan iklim yang membuat api semakin cepat menyebar. Sejak tahun lalu Amerika Selatan dilanda serangkaian gelombang panas.

"Kami tidak pernah mengalami musim dingin, ini absurd," kata peneliti kualitas udara di Inpe Karla Longo mengenai cuaca di Sao Paulo, Jumat (13/9/2024).

Walaupun Dunia Bagian Selatan sedang musim dingin tapi sejak Sabtu (7/9/2024) suhu di Sao Paulo masih 32 derajat Celsius. Ratusan orang berkumpul di La Paz, Bolivia, mendesak pemerintah bertindak mengatasi kebakaran hutan.

"Mohon menyadari apa yang terjadi di negara ini, kami telah kehilangan jutaan hektar, jutaan hewan mati terbakar," kata aktivis hewan Fernanda Negron di unjuk rasa itu.

Badan pemantauan bencana nasional Brasil, Cemaden mengatakan kekeringan yang terjadi sejak tahun lalu di Brasil merupakan yang terburuk sejak pencatatan bencana dimulai.

"Secara umum kekeringan 2023-2024 merupakan yang paling intensif, berlangsung paling lama dan luas, setidaknya berdasarkan data sejak 1950-an," kata peneliti kekeringan Cemaden, Ana Paula Cunha.

Berdasarkan data Inpe jumlah kebakaran terbesar bulan ini terjadi di Brasil dan Bolivia, diikuti oleh Peru, Argentina dan Paraguay. Kebakaran hebat yang melanda Venezuela, Guyana, dan Kolombia pada awal tahun ini turut menyumbang pada rekor tersebut, namun sebagian besar telah mereda.

Longo mengatakan kebakaran dari deforestasi di Amazon menciptakan asap yang sangat pekat karena padatnya vegetasi yang terbakar.

“Sensasi yang Anda dapatkan ketika terbang di dekat salah satu gumpalan asap ini adalah seperti awan jamur atom,” kata Longo dari Inpe.

Ia mengatakan, sekitar 9 juta km persegi atau lebih dari separuh Amerika Selatan tertutup asap selama beberapa waktu. Menuru situs IQAir.com kualitas udara Sao Paulo pekan ini terburuk di dunia, lebih tinggi daripada Cina dan India. Ibu kota Bolivia, La Paz, juga diselimuti asap.

Longo mengatakan, paparan asap akan meningkatkan jumlah orang yang dirawat di rumah sakit akibat masalah pernapasan dan dapat menyebabkan ribuan kematian dini.

Penelitian yang dipublikasikan di jurnal akademis Environmental Research: Health tahun 2023 mengungkapkan menghirup asap kebakaran hutan berkontribusi terhadap sekitar 12.000 kematian dini per tahun di Amerika Selatan.

Bulan September biasanya merupakan bulan puncak kebakaran di Amerika Selatan. Masih belum jelas apakah benua ini akan terus mengalami kebakaran dalam jumlah besar tahun ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement