Sabtu 14 Sep 2024 10:33 WIB

RS Kariadi akan Evaluasi Jam Kerja Mahasiswa PPDS Imbas Kematian Dokter ARL

Menurut manajemen RSUP Dr.Kariadi, jam belajar dan pelayanan perlu diselaraskan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Qommarria Rostanti
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Kariadi di Kota Semarang, Jawa Tengah. Manajemen RSUP Dr.Kariadi akan melakukan evaluasi terkait pelaksanaan PPDS di RS tersebut.
Foto: Republika.co.id
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Kariadi di Kota Semarang, Jawa Tengah. Manajemen RSUP Dr.Kariadi akan melakukan evaluasi terkait pelaksanaan PPDS di RS tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Manajemen Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr.Kariadi akan melakukan evaluasi terkait pelaksanaan program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di RS tersebut. Hal itu menyusul adanya tudingan bahwa RSUP Dr.Kariadi mempekerjakan para mahasiswa PPDS, khususnya anestesia, dengan jam kerja eksesif.

Direktur Layanan Operasional RSUP Dr.Kariadi, Mahabara Yang Putra, mengatakan, dalam pelaksanaan PPDS, harus dibedakan antara proses pendidikan dan pekerjaan. Hal itu karena para mahasiswa PPDS harus melakukan praktik langsung di RS yang menjadi wahana pendidikan.

Baca Juga

"Bahwa PPDS itu adalah program pendidikan dokter spesialis, jadi di situ sistemnya yang harus kita amati adalah sistem pendidikan atau jam belajar. Berbeda lagi nanti jam kerja atau pelayanan, di mana itu ranah dari seseorang yang sudah menjadi dokter. Jadi kita evaluasi juga nanti antara jam kerja atau pelayanan dari dokter penanggung jawab atau spesialisnya, kita juga mengevaluasi jam pendidikan atau belajar," kata Mahabara ketika diwawancara awak media bersama anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago di RSUP Dr.Kariadi, Jumat (13/9/2024) siang.

Mahabara menyebut nantinya jam belajar dan pelayanan perlu diselaraskan. "Berapa jam belajarnya, berapa jam pelayanan atau jam bekerja. Kita harus tegas bahwa peserta didik itu bukan pekerja, dia adalah peserta didik," ujarnya.

Sementara itu Irma Suryani Chaniago mengungkapkan, selain budaya perundungan dalam pelaksanaan PPDS, hal lain yang hendak ditangani DPR RI adalah perihal aturan jam kerja para mahasiswa PPDS. "Mau kita clear-kan. Tadi kan beliau (Mahabara) sudah bilang, sebenarnya ada jam mereka belajar, ada jam mereka praktik. Tapi kan juga harus ada jam mereka istirahat. Jangan cuma belajar-praktik, belajar-praktik, istirahatnya kapan?" kata Irma.

Oleh sebab itu dia hadir untuk membantu mendudukkan persoalan tersebut. "Makanya kita hadir supaya ini kita dudukkan bersama. Siapa yang punya tupoksi? Siapa yang punya kewenangan? Ini harus duduk bersama, enggak bisa hanya salah satu pihak," ucapnya.

Persoalan jam kerja mahasiswa PPDS, terutama di RSUP Dr.Kariadi, mulai mengemukan setelah adanya kasus kematian Aulia Risma Lestari (ARL). Dia adalah mahasiswi PPDS Anestesia Univeritas Diponegoro (Undip) di RSUP Dr.Kariadi yang diduga mengakhiri hidupnya akibat mengalami perundungan dari para seniornya.

Namun di luar perundungan, ARL diduga juga dituntut untuk bisa ikut membantu pelayanan dengan jam kerja eksesif. Hal itu diungkap pihak keluarga ARL ketika melaporkan kasus dugaan perundungan ke Polda Jawa Tengah (Jateng).

Kuasa hukum keluarga ARL, Misyal Achmad mengungkapkan, selama melaksanakan PPDS Anestesia RSUP Dr.Kariadi, ARL bekerja nyaris 24 jam, yakni dimulai dari pukul 03. 00 dini hari hingga keesokan harinya pukul 02. 00 dini hari. "Berapa jam dia istirahat? Di militer tidak seperti itu. Dengan cara kaprodi membiarkan hal ini, bagaimana bisa mendapatkan dokter yang berempati? Anda mungkin pernah mengalami ke RS, dokternya judes, enggak enak, loh kalau menempanya saja seperti ini?" ucap Misyal di Mapolda Jateng, 5 September 2024.

Menurut Misyal, pihak keluarga ARL sudah berulang kali mengadukan tentang jam kerja eksesif ke kaprodi PPDS Anestesia Undip. Namun pengaduan tersebut tak pernah mendapatkan respons.

"Sekarang kaprodi harus bertanggung jawab. Dia tidak bisa bilang tidak tahu. Dan ini yang mengajar ini seniornya (ARL), bukan dokter spesialis. Dokter spesialis mengajar yang di atas, yang di atas mengajar bawahnya, hingga tidak jelas SOP programnya, standardnya seperti apa," kata Misyal. 

 

Kehidupan adalah anugerah berharga dari Allah SWT. Segera ajak bicara kerabat, teman-teman, ustaz/ustazah, pendeta, atau pemuka agama lainnya untuk menenangkan diri jika Anda memiliki gagasan bunuh diri. Konsultasi kesehatan jiwa bisa diakses di hotline 119 extension 8 yang disediakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes juga bisa dihubungi pada 021-500-454. BPJS Kesehatan juga membiayai penuh konsultasi dan perawatan kejiwaan di faskes penyedia layanan
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement