REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Sayyidina Abu Jahm bin Hudzaifah Radhiyallahu'anhu berkata:
"Ketika berlangsung Perang Yarmuk aku mencari sepupuku yang ikut bertempur. Aku membawa sebuah kantung air, karena mungkin ia kehausan. Ketika aku menemukannya, ia tergeletak di suatu tempat dalam keadaan sekarat. Aku
berkata, 'Aku minumkan air untukmu?' Dengan isyarat ia mengiyakan. Tiba-tiba terdengar rintihan seseorang yang sekarat di dekatnya. Sepupuku menyuruhku dengan isyarat agar memberikan minuman itu kepada orang yang meriniih. Ternyata orang itu adalah Sayyidina Hisyam bin Abil Ash Rodhiyollahu 'anhu. Ketika aku mendatanginya, di dekatnya juga tergeletak seseorang yang merintih sedang sekarat. Sayyidina Hisyam Rodhiyollohu 'anhu memberikan isyarat kepadaku agar aku mendekati orang itu. Ketika kudekati, ternyata ia telah syahid. Akhirnya, aku bawa kembali airitu kepada Sayyidina Hisyam Rodhiyollahu 'anhu, ternyata ia telah syahid. Aku segera ke tempat sepupuku tadi, rupanya ia juga telah syahid. lnnaa lillahi wa innaa ilaihi
rooji'uun!" (dari Kitab Dirayah)
Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al Khandahlawi dalam kitab Fadhilah Amal menjelaskan, banyak sekali kisah tentang sifat iitsar para shahabat Radhiyollohu anhum yang tertulis di dalam kitab-kitab hadits.
Biarpun dirinya sendiri sedang dalam sekarat dan kehausan, sehingga dalam keadaan seperti itu tentu sangat sulit untuk memperhatikan orang lain, ia tetap mendahulukan kepentingan orang lain yang juga berada dalam kesulitan. Allah SWT tentu melimpahkan kasih sayang dan kemuliaan kepada mereka, karena mereka telah mencurahkari kasih sayang kepada saudaranya dengan mengorbankan hyawa mereka sendiri.