REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan total kredit atau pembiayaan berkelanjutan yang disalurkan hingga 2023 mencapai Rp 1.959 triliun.
“Total kredit atau pembiayaan berkelanjutan terus menunjukkan kenaikan, dimana pada 2019 hanya sebesar Rp 927 triliun, “ kata Dian di Jakarta, Sabtu (14/9/2024).
Dian menuturkan, pada 2020 total kredit atau pembiayaan berkelanjutan naik menjadi Rp 1.181 triliun, pada 2021 sebesar Rp 1.409 triliun, pada 2022 sebesar Rp 1.571 triliun.
“Hal ini dipengaruhi oleh dorongan baik dari regulator maupun stakeholders sehingga perbankan semakin menganggap aspek pembiayaan berkelanjutan ini sangat penting,” ujarnya.
Realisasi penyaluran di atas mengacu pada kategori berkelanjutan sebagaimana POJK 51/2017 dan POJK 60/2017 yang direvisi pada POJK 18/2023 terkait pendefinisian Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan (KUBL).
Sebagai acuan kategori keberlanjutan yang lebih spesifik, saat ini OJK telah menerbitkan Taksonomi Hijau Indonesia (THI) dan Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) dimana telah terdapat pendefinisian dan kategorisasi pembiayaan keberlanjutan.
Dengan demikian, bank dapat mengacu kategori berkelanjutan pada masing-masing sektor dan sub sektor berdasarkan ketentuan dan panduan tersebut.
Lebih lanjut Dian mengatakan, tantangan utama yang dihadapi dalam meningkatkan penyaluran kredit pada segmen keberlanjutan dan hijau adalah sinergi dan sinkronisasi kebijakan, dukungan dari sektor riil dan penerapan di level UMKM serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di bank untuk memahami, menilai dan mempersiapkan aksi mitigasi dan adaptasi dalam transisi menuju peningkatan kontribusi pada sektor ekonomi yang keberlanjutan.
OJK juga akan terus melakukan update regulasi atau kebijakan guna mendukung pencapaian Net Zero Emissions (NZE) dan berupaya untuk mendorong perbankan untuk meningkatkan penyaluran kredit pada segmen hijau dan keberlanjutan dengan mengikuti standar internasional, praktik terbaik (best practice), atau tuntutan para pemangku kepentingan.
Diskusi dan sinergi dukungan kebijakan bersama kementerian terkait juga terus dilaksanakan karena membutuhkan kolaborasi berbagai pihak untuk mempersiapkan kerangka perekonomian yang berkelanjutan secara berkesinambungan untuk mencapai target nasional net zero emission pada 2060 atau lebih cepat.