REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dengan izin Allah SWT, Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin akhirnya dapat menaklukkan Kota Makkah. Peristiwa Fathu Makkah itu mengawali babak baru dalam sejarah Islam. Sejak saat itu, Rasulullah SAW dapat kembali ke tengah masyarakat kampung halamannya dan memimpin mereka.
Nabi SAW suatu hari berdiri di Bukit Safa. Beliau berdoa setelah berhala-berhala di Ka'bah dihancurkan. Sementara itu, orang-orang Anshar melihat beliau dengan rasa gelisah.
Sebab, orang-orang asli Madinah ini khawatir kalau Nabi SAW tak akan kembali kepada mereka. Dan, tampaknya Nabi SAW begitu sayang kepada kota kelahirannya tersebut. Toh kini Makkah sudah berhasil ditaklukkan.
Kekhawatiran kaum Anshar kian menjadi sesudah berbondong-bondong penduduk Makkah memeluk Islam. Sebab, Rasulullah SAW membagikan banyak bagian harta kepada mereka, termasuk para tokoh Quraisy yang sebelumnya lama menjadi musuh Islam.
Maka, timbul rasa cemburu di antara kaum Anshar. Mereka cemburu pada penduduk Makkah lantaran kecintaan mereka yang begitu mendalam kepada Nabi SAW.
Dengan nada berbisik, berkatalah seorang Anshar kepada sesama mereka, "Bagaimana pendapatmu, setelah Allah memberikan kemenangan, mungkinkah Rasulullah akan menetap di Makkah, kampung halamannya sendiri?"
"Aku tidak tahu, namun sungguh, bila Rasulullah memilih Makkah dan meninggalkan Madinah, ini hal yang amat menyedihkan kita," timpalnya.
Tersiarlah desas-desus di kalangan Anshar bahwa Rasulullah SAW akan memilih Makkah daripada Madinah. Akhirnya, kerisauan ini sampai kepada Nabi SAW. Melalui Sa'ad bin Ubadah, beliau meminta orang-orang Anshar agar berkumpul di sebuah lembah yang agak jauh dari pusat Kota Makkah.
"Saudara-saudara Anshar," kata Nabi kemudian. "Ada desas-desus disampaikan kepadaku, yang merupakan perasaan yang timbul dalam hati kalian terhadapku. Bukankah kamu dulu dalam kesesatan ketika aku datang, lalu Allah membimbing kamu? Kamu dalam kesengsaraan, lalu Allah memberikan kecukupan kepada kamu, dan ketika kamu dalam permusuhan, Allah mempersatukan kamu?"
Mendengar itu, para Anshar hanya terdiam, tidak berani memandang wajah beliau.
Sabda Rasulullah lagi, "Kalau kalian mau--dan tentu kalian berhak dan dapat dibenarkan-- kalian dapat mengatakan, 'Engkau (Muhammad) dulu datang kepada kami ketika didustakan orang, maka kami-lah yang mempercayaimu. Ketika kau ditinggalkan orang, kamilah yang menolongmu. Ketika kau diusir dari Makkah, kamilah yang memberimu tempat.'"
Beliau meneruskan kata-katanya, "Saudara-saudara Anshar, bilakah kalian marah hanya karena sekelumit harta duniawi yang kuberikan kepada orang-orang yang perlu dilunakkan hatinya itu (pemuka Quraisy)? Padahal, keislaman dan keimanan kalian sudah mantap, sudah dapat dipercaya."
"Tidakkah engkau rela, wahai saudara-saudara Anshar, bila orang-orang Makkah itu pulang ke rumah masing-masing dengan membawa kambing dan unta, sedangkan kalian pulang membawa Rasulullah?" ujar Nabi SAW.
Mendengar kata-kata itu, meledaklah tangis orang-orang Anshar. Mereka begitu terharu mendengar ucapan beliau.
"Sungguh, kami lebih rela mereka pulang dengan harta duniawi, sedangkan engkau pulang bersama kami, ya Rasulullah!" seru mereka.