REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH --Abu Thalib bin Abdul Muthalib, paman yang mengasuh Rasulullah di masa kecil melaksanakan hak anak saudaranya dengan sepenuhnya dan menganggap seperti anaknya sendiri.
Mengutip buku Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurahman Al Mubarakfur bahkan Abu Thalib lebih mendahulukan kepentingan beliau daripada anak-anaknya sendiri, mengkhususkan perhatian dan penghormatan. Hingga berumur lebih dari empat puluh tahun beliau mendapatkan kehormatan di sisi Abu Thalib, hidup di bawah penjagaannya, rela menjalin persahabatan dan bermusuhan dengan orang lain demi membela diri beliau.
Ada satu kisah mukjizat sebelum Muhammad menjadi nabi dan rasul. Saat itu dia masih anak-anak tetapi doanya makbul ketika Makkah dilanda kemarau dan kekeringan, seketika hujan turun.
Ibnu Asakir mentakhrij dari Julhumah bin Arfathah, dia berkata "ketika aku tiba di Makkah, orang-orang sedang dilanda musim paceklik. Orang-orang Quraisy berkata, "Wahai Abu Thalib, lembah sedang kekeringan dan kemiskinan melanda. Marilah kita berdoa meminta hujan."
Maka Abu Thalib keluar bersama seorang anak kecil, yang seolah-olah wajahnya adalah matahari yang membawa mendung, yang menampakkan awan sedang berjalan pelan-pelan. Di sekitar Abu Thalib juga ada beberapa anak kecil lainnya. Dia memegang anak kecil itu dan menempelkan punggungnya ke dinding Ka'bah. Jari-jemarinya memegangi anak itu.
Langit tadinya bersih dari mendung. tiba-tiba saja mendung itu datang dari segala penjuru. lalu menurunkan hujan yang sangat deras, hingga lembah-lembah terairi dan ladang-ladang menjadi subur. Abu Thalib mengisyaratkan hal ini dalam syair yang dibacakannya,
"Putih berseri meminta hujan dengan wajahnya penolong anak yatim dan pelindung wanita janda."