REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hingga kini, Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu hari besar keagamaan Islam. Di Indonesia, perayaan itu menjadi hari libur nasional.
Mawlidu an-Nabiy berarti ‘kelahiran Nabi Muhammad SAW.’ Ada berbagai pendapat tentang kapan lahirnya Rasulullah SAW. Bagaimanapun, umumnya sepakat bahwa beliau lahir pada 12 Rabiul Awal Tahun Gajah.
Sejak kapan momen tanggal lahirnya sang Khatam al-anbiya wal mursalin dirayakan? Yang cukup menarik, tidak ada riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW pernah melakukan ritual tertentu tiap ulang tahun kelahirannya.
Bahkan, para sahabat beliau pun tidak pernah mengadakan suatu acara rutin tahunan yang secara khusus digelar untuk memperingati kelahiran Nabi SAW. Begitu pula keadaannya dengan generasi tabiin.
AM Waskito dalam Pro dan Kontra Maulid Nabi SAW (2014) mengatakan, terdapat tiga teori perihal asal-muasal perayaan Maulid Nabi. Pertama, peringatan tersebut diadakan mula-mula oleh Dinasti Fathimiyah di Mesir yang berhaluan Syiah Ismailiyah-Rafidhah. Wangsa tersebut menguasai Negeri Delta Sungai Nil sekitar abad keempat hingga keenam Hijriyah.
Disebutkan, Muiz Lidinillah yang memerintah pada periode 832-975 M merintis penyelenggaraan hari kelahiran Rasulullah SAW. Namun, itu adalah satu dari sekian banyak acara rutin tahunan yang ditetapkannya. Di samping Maulid Nabi SAW, ada pula Maulid Ali bin Abi Thalib, Maulid Fathimah az-Zahra, Maulid Hasan, dan Maulid Husain.
Teori kedua mengungkapkan, perayaan Maulid Nabi SAW di kalangan ahlus sunnah wal jama’ah (aswaja) pertama kali diwujudkan oleh Amir Abu Said Muzhaffar Kukabri. Ia merupakan seorang gubernur Irbil di wilayah Irak yang hidup pada 549-630 H. Dikisahkan, amir tersebut mengundang banyak alim ulama, cendekiawan, ahli tasawuf, serta seluruh Muslimin. Mereka kemudian dijamu dengan hidangan yang amat baik serta diberikan hadiah. Tidak ketinggalan, pemimpin tersebut juga membagi-bagikan sedekah kepada fakir mikin dan dhuafa.
Mengenai hal itu, Ibnu Katsir menulis, “Sultan Muzhaffar mengadakan peringatan Maulid Nabi pada bulan Rabiul Awal. Ia merayakannya secara besar-besaran. Ia adalah seorang yang pemberani, pahlawan, alim, dan seorang pemimpin yang adil.”
Adapun teori yang ketiga menganggap bahwa Sultan Shalahuddin al-Ayyubi sebagai yang pertama mengadakan perayaan Maulid Nabi SAW. Raja Dinasti Ayyubiyah yang berkuasa pada 1174-1193 M tersebut bertujuan memperkuat semangat dan moril seluruh Muslimin, khususnya kalangan prajurit. Ketika itu, mereka sedang bersiap-siap menghadapi ancaman pasukan Salib yang telah mengganggu ketenteraman Baitul Makdis.