REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Calon presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengalami percobaan pembunuhan saat bermain golf di Florida pada Ahad (15/9/2024) waktu setempat. Sobat Trump, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengkhawatirkan percobaan pembunuhan tersebut.
Perdana Menteri Israel mengatakan dia dan istrinya “terkejut dengan upaya pembunuhan kedua terhadap Presiden Trump dan lega mendengar bahwa upaya tersebut juga gagal”.
“Tetapi kita tidak boleh mengandalkan keberuntungan,” Netanyahu menambahkan dalam cuitannya di X. Ia menekankan agar “semua tindakan akan diambil untuk memastikan bahwa serangan mematikan terhadap calon presiden AS dapat digagalkan terlebih dahulu”.
Meskipun para pemimpin AS biasanya menjaga hubungan dekat dengan rekan-rekan mereka di Israel, Trump memiliki hubungan yang sangat hangat dengan Netanyahu saat menjadi presiden.
Trump adalah presiden AS pertama yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan membuka kedutaan besar AS di sana, langkah yang bertentangan dengan kesepakatan internasional. Trump juga merestui pencaplokan Israel atas Dataran Tinggi Golan, langkah yang tak dilakukan presiden-presiden sebelumnya.
Dalam kampanye Pilpres 2024 ini, baik calon dari Demokrat Kamala Harris maupun Trump yang didukung Partai Republik telah berjanji untuk melanjutkan dukungan tanpa syarat AS terhadap Israel jika terpilih. Serangan Israel, yang kebanyakan dilakukan dengan bom dari Amerika Serikat telah menewaskan sedikitnya 41.206 warga Palestina di Gaza, dan hampir seribu orang di Tepi Barat.
Baik Israel maupun AS sama-sama negara yang rentan terhadap pembunuhan politik. Netanyahu yang menjabat saat ini naik daun dan akhirnya terpilih sebagai perdana menteri setelah pembunuhan perdana menteri Israel Yitzhak Rabin pada 1990-an. Rabin dibunuh ekstremis Yahudi yang tak setuju atas upayanya mencapai perdamaian dengan Palestina.
Kekerasan politik di AS juga menggarisbawahi masalah kekerasan bersenjata yang lebih luas yang telah melanda negara tersebut selama beberapa dekade. Dalam upaya pembunuhan Trump pada Juli, penembak menggunakan senapan yang dibeli secara legal oleh ayahnya pada tahun 2013, menurut beberapa laporan media AS.
Partai Republik yang dipimpin Trump memandang kepemilikan senjata sebagai kebebasan penting dan telah menolak serta memblokir upaya untuk memberlakukan pembatasan senjata yang lebih ketat.
Dalam insiden kali ini, aparat penegak hukum mengatakan mereka menemukan senapan jenis AK-47 ketika mereka menangkap tersangka pria bersenjata. Senjata semi-otomatis jenis ini dapat dengan mudah diperoleh di AS, di mana Amandemen Kedua Konstitusi memberikan hak untuk “menyimpan dan memanggul senjata”.
Meskipun penembakan massal dan kekerasan politik di AS sering mendapat perhatian nasional dan internasional, sebagian besar insiden kekerasan bersenjata di negara tersebut tidak menjadi berita utama. Kekerasan senjata menewaskan 42.987 orang di AS tahun lalu, menurut kelompok penelitian Gun Violence Archive.