Senin 16 Sep 2024 14:16 WIB

Sejarah Penulisan Hadits: Pernah Dilarang Hingga Dibolehkan Rasulullah

Hadis adalah sumber primer kedua dalam ajaran Islam.

Red: Hasanul Rizqa
Ilustrasi Hadis
Foto: MGROL100
Ilustrasi Hadis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Syekh Yusuf Qardhawi dalam Kaifa Nata’amalu ma’a as-Sunnah an-Nabawiyyah, menjelaskan, Sunnah Nabi Muhammad SAW merupakan penafsiran Alquran dalam praktik. Sebab, Allah SWT sendiri telah menegaskan, Rasulullah SAW adalah contoh bagi sekalian manusia. “Telah ada pada diri Rasulullah teladan yang baik bagi kalian” (QS al-Ahzab: 21).

Istilah lain untuk Sunnah Nabi SAW adalah hadis atau al-hadits. Secara kebahasaan, hadits memiliki sejumlah arti, yakni ‘baru’, ‘sesuatu yang dikutip’, serta ‘sesuatu yang sedikit dan banyak.’ Menurut Syekh Manna al-Qaththan dalam Mabahits fii ‘Ulumil Hadits, pengertian hadis adalah apa-apa yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan, sifat, atau sirah beliau, dalam masa sebelum ataupun sesudah kenabiannya.

Baca Juga

Apakah hadis ditulis beriringan dengan penulisan Alquran? Ternyata, bukan demikian halnya.

Sejak Nabi SAW menerima wahyu, sejumlah sahabat beliau menuliskan atau mencatat Alquran pada pelbagai alas, semisal pelepah kurma, lembaran kulit ternak, permukaan batu, dan sebagainya. Di antara banyak sahabat yang dikenal sebagai pencatat Alquran ialah Zaid bin Tsabit, Mu’adz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, serta Mu’awiyah bin Abi Sufyan.