REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Kelompok Houthi Yaman pada Ahad mengeklaim serangan rudal balistik mereka yang menghantam pusat Israel. Serangan rudal jarak jauh tersebut memicu kebakaran, tetapi tidak menimbulkan korban jiwa secara langsung.
Kelompok Houthi yang menguasai sebagian besar wilayah Yaman dan ibu kota Sanaa, mengatakan rudal tersebut merupakan rudal hipersonik, meski militer Israel membantah bahwa serangan itu bersifat hipersonik.
Sebelumnya, Kelompok yang bersekutu dengan Iran, yang secara resmi dikenal sebagai Ansar Allah, telah melancarkan serangan terhadap kapal-kapal yang terkait dengan Israel di Laut Merah sejak November. Hal itu sebagai respons atas kampanye militer Israel yang menghancurkan di Jalur Gaza.
Kelompok Yaman mengatakan serangan mereka adalah bentuk solidaritas terhadap warga Palestina di Gaza
Lantas seberapa kuat rudal hipersonik Houthi?
Seperti dilansiri MEE, Juru bicara militer Ansar Allah Yahya Saree mengatakan mereka telah menargetkan posisi militer musuh Israel di wilayah Jaffa dengan rudal balistik hipersonik baru yang menempuh jarak 2.040 km (1.270 mil) hanya dalam 11 1/2 menit.
Media Houthi menyebut sistem pertahanan Israel gagal mencegat rudal tersebut.“Sebuah rudal Yaman mencapai Israel setelah 20 rudal gagal mencegatnya,” kata Nasruddin Amer, kepala kantor berita Sabaa milik kelompok Yaman.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan Houthi akan membayar harga mahal atas serangan tersebut.
Rudal hipersonik diketahui bergerak jauh lebih cepat dibandingkan rudal balistik atau jelajah tradisional, sehingga sangat sulit dideteksi, dilacak, atau dicegat oleh sistem pertahanan saat ini.
Mereka bergerak dengan kecepatan melebihi Mach 5, yaitu lima kali kecepatan suara (kira-kira 3.800 mil per jam atau 6.100 kilometer per jam).
Berbeda dengan rudal balistik yang mengikuti lintasan parabola yang dapat diprediksi, rudal hipersonik dapat bermanuver selama penerbangan sehingga membuatnya sangat lincah dan sulit diprediksi. Hal ini memungkinkan mereka untuk menghindari sistem pertahanan rudal dengan lebih efektif.
Selain itu, rudal hipersonik dapat terbang pada ketinggian yang lebih rendah dibandingkan dengan rudal balistik, seringkali di lapisan atas atmosfer, sehingga membuatnya lebih sulit dideteksi oleh sistem radar yang dirancang untuk melacak lintasan balistik di ketinggian yang lebih tinggi.
Beberapa negara, khususnya Rusia dan Tiongkok, telah mengembangkan dan mengerahkan rudal hipersonik karena kecepatan dan kemampuan manuvernya.
Tidak jelas bagaimana Houthi mengembangkan atau memperoleh rudal tersebut.