Selasa 17 Sep 2024 20:35 WIB

Viral Nasi Tumpeng Dibuang, Ini Hukum Menyia-nyiakan Makanan dalam Islam

Menyia-nyiakan makanan hukumnya adalah haram dalam Islam.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Nasi tumpeng (ilustrasi). MUI merespons viralnya ratusan nasi tumpeng yang dibuang seusai peringatan Hari Jadi Karawang.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Nasi tumpeng (ilustrasi). MUI merespons viralnya ratusan nasi tumpeng yang dibuang seusai peringatan Hari Jadi Karawang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa (PD PAB) Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Masyhuril Khamis, menegaskan bahwa menyia-nyiakan makanan hukumnya adalah haram. Peringatan ini sebagai respons MUI atas viralnya ratusan nasi tumpeng yang dibuang percuma seusai perayaan Hari Jadi Kabupaten Karawang.

Perayaan ke-391 Karawang yang digelar Sabtu (14/9/2024) itu menjadi sorotan setelah memecahkan rekor Muri pembuatan 1.600 nasi tumpeng berbentuk peta karawang. Namun, perayaan tersebut menuai kontroversi setelah sebagian tumpeng tersebut dibuang sesuai acara.

Baca Juga

“Menyia-nyiakan makanan hukumnya adalah haram. Karena hal itu merupakan perbuatan mubadzir,” kata Masyhuril saat dihubungi Republika.co.id pada Selasa (17/9/2024).

Hukum tersebut berdasarkan pada firman Allah SWT surat Al-Isra ayat 25 yang artinya: “Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu berbuat mubazir (berlebih-lebihan)”.

Masyhuril menjelaskan beberapa ulama mengartikan sikap mubazir sebagai tindakan merusak harta dengan cara menggunakannya secara berlebihan. Nabi Muhammad Saw juga memperingatkan untuk tidak melakukan tiga hal yang dibenci Allah SWT, salah satunya adalah menyia-nyiakan harta.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, sesungguhnya Allah membeci kalian karena tiga hal: berita dusta, menyia-nyiakan harta, dan banyak meminta”. (HR Bukhari & Muslim).

Salah satu ulama besar, Hasan Al-Bashri, juga pernah mengisahkan hukuman bagi orang-orang yang menyia-nyiakan makanan. Ia bercerita tentang penduduk sebuah desa yang diberi kelapangan rezeki oleh Allah Swt, namun mereka menggunakan roti untuk istinja (bersuci). Akibat dari perilaku mubazir tersebut, Allah mendatangkan kelaparan kepada mereka hingga mereka terpaksa memakan makanan yang tidak layak.

“Maka dari itu, sebaiknya kita lebih bijak dalam melakukan sesuatu. Jika dirasa ada manfaatnya maka lakukanlah, namun jika tidak ada manfaatnya, meskipun akan menjadi hal yang fenomenal maka lebih baik jangan dilakukan. Karna bukti kualitas seorang Muslim itu bisa dilihat dari perbuatannya,” kata Masyhuril.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement