REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Polda Jawa Tengah (Jateng) masih terus mendalami keterangan teman-teman seangkatan dan sejumlah senior dokter Aulia Risma Lestari (ARL), mahasiswi PPDS Anestesia Univeristas Diponegoro (Undip) yang diduga bunuh diri akibat mengalami perundungan. Sejauh ini Polda Jateng sudah memeriksa 34 saksi.
"Saat ini 34 orang saksi sudah diambil keterangan, salah satunya adalah rekan-rekan seangkatan, para chief angkatan PPDS, dan bendaharanya," kata Kabid Humas Polda Jateng Kombes Artanto kepada Republika ketika ditanya perihal perkembangan penyelidikan kasus kematian ARL, Selasa (17/9/2024).
Bendahara yang dimaksud Artanto adalah mahasiswa PPDS Anestesia yang bertugas menghimpun iuran dari teman-teman seangkatannya. Iuran itu nantinya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan para mahasiswa senior. Undip sudah mengonfirmasi adanya praktik atau budaya iuran semacam itu di PPDS Anestesia-nya. Besaran iuran antara Rp 20 juta sampai Rp 40 juta per bulan selama satu semester.
Artanto mengungkapkan, sejauh ini Polda Jateng belum melakukan pemeriksaan terhadap dokter-dokter konsulen tempat ARL melaksanakan PPDS Anestesia, yakni di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Kariadi. "(Pemeriksaan) masih seputaran mahasiswa PPDS junior dan senior," ucapnya.
Undip dan RSUP Dr Kariadi telah mengakui adanya praktik serta budaya perundungan di PPDS. Kedua lembaga tersebut menyampaikan permintaan maaf kepada publik. "Kami sebagai wahana rumah sakit pendidikan tidak lepas dari kekurangan dan kealpaan ketika terjadi perundungan. Kami mengatakan bahwa turut bertanggung jawab dalam proses pendidikan dokter spesialis tersebut," kata Direktur Layanan Operasional RSUP Dr Kariadi, Mahabara Yang Putra, saat menghadiri konferensi pers di FK Undip, 13 September 2024 lalu.
Permintaan maaf Undip.. baca di halaman selanjutnya.