Rabu 18 Sep 2024 11:00 WIB

Kata GP Ansor Nahdlatul Ulama tentang Tarif PPN 12 Persen

GP Ansor Nadhlatul Ulama imbau pemerintah berhati-hati terkait tarif PPN 12 Persen.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda (GP) Ansor terpilih periode 2024-2029 Addin Jauharuddin memanjatkan doa seusai Kongres XVI GP Ansor di atas Kapal Pelni KM Kelud yang berlayar di Laut Jawa, Jumat (2/2/2024). Kongres yang diselenggarakan saat pelayaran dari Tanjung Priok, Jakarta menuju Tanjung Mas, Semarang tersebut menetapkan Addin sebagai ketua umum periode 2024-2029 menggantikan ketua umum sebelumnya yakni Yaqut Cholil Qoumas.
Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda (GP) Ansor terpilih periode 2024-2029 Addin Jauharuddin memanjatkan doa seusai Kongres XVI GP Ansor di atas Kapal Pelni KM Kelud yang berlayar di Laut Jawa, Jumat (2/2/2024). Kongres yang diselenggarakan saat pelayaran dari Tanjung Priok, Jakarta menuju Tanjung Mas, Semarang tersebut menetapkan Addin sebagai ketua umum periode 2024-2029 menggantikan ketua umum sebelumnya yakni Yaqut Cholil Qoumas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Keuangan dan Perpajakan PP GP Ansor meminta rencana Pemerintah untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen per Januari 2025 ditunda.

Berdasarkan keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (17/9), Ketua Badan Keuangan dan Perpajakan PP GP Ansor Muhammad Arif Rohman menyatakan, kenaikan PPN akan meningkatkan biaya operasional bagi perusahaan selaku produsen, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Baca Juga

Selain itu, pihaknya menyimpulkan kebijakan tersebut akan berdampak terhadap kenaikan harga, sehingga memengaruhi daya beli masyarakat selaku konsumen.

Ia juga mengatakan bahwa kenaikan tarif PPN perlu ditunda mengingat beberapa indikator menunjukkan kondisi perekonomian sedang tidak baik-baik saja.

Indikator tersebut, kata dia, yakni deflasi terjadi dalam empat bulan terakhir, gelombang pemutusan hak kerja (PHK) semakin meluas, kondisi sektor manufaktur yang dinilai terpuruk, nilai tukar rupiah yang melemah, inflasi pangan yang relatif tinggi, hingga persentase kelas menengah yang semakin menyusut.

Walaupun demikian, dia mengatakan bahwa GP Ansor memahami bahwa pemerintah harus meningkatkan penerimaan negara untuk membiayai pembangunan. Akan tetapi, lanjut dia, menaikkan tarif PPN bukan solusi yang tepat di tengah kondisi ekonomi yang dinilai masih rentan seperti saat ini.

"Kami mendesak Pemerintah untuk menunda kebijakan ini sampai perekonomian relatif stabil, dan mencari alternatif lain yang lebih ramah terhadap dunia usaha dan masyarakat. Misalkan, dengan memberlakukan pajak karbon yang seharusnya sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) mulai berlaku April 2022, serta memajaki produk turunan nikel yang sudah diwacanakan sejak beberapa tahun terakhir," ujar Arif.

Ia juga mengatakan bahwa penundaan perlu dilakukan dengan mempertimbangkan transisi Pemerintahan dari Presiden Joko Widodo ke Presiden terpilih Prabowo Subianto.

Rencana kenaikan tarif PPN 12 persen tertuang dalam UU HPP. Pada Pasal 7 ayat (1) UU HPP, disebutkan bahwa tarif PPN yang sebelumnya sebesar 10 persen diubah menjadi 11 persen yang sudah berlaku pada 1 April 2022 lalu, dan akan dinaikkan lagi menjadi 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement