Rabu 18 Sep 2024 15:35 WIB

Tasawuf Kerap Disalahpahami, Ini Hakikatnya Menurut al-Qusyairi

Imam al-Qusyairi menjelaskan hakikat sufi dan tasawuf yang lurus.

Sufi atau tasawuf (ilustrasi).
Foto: trekearth.com
Sufi atau tasawuf (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kitab Ar-Risalah merupakan salah satu magnum opus Syekh Abul Qasim Abdul Karim Hawazin bin Muhammad al-Qusyairi an-Naisaburi. Kitab yang ditulis sufi dari abad ke-11 M, ini mencoba mendudukkan tasawuf pada relnya.

Dalam kalam pembuka, Imam al-Qusyairi, begitu tersohor dikenal, menulis tentang kaum sufi, Allah benar-benar telah menjadikan kaum ini sebagai kelompok para waliyullah (para wali) terpilih, mengutamakan mereka atas semua hamba-Nya setelah para rasul dan nabi- Nya.

Baca Juga

Allah SWT menjernihkan mereka dari segala kotoran sifat manusia; melembutkan hati dan rohani mereka pada pencapaian tempat-tempat musyahadat (persaksian rohani pada kebesaran dan rahasia kegaiban Allah SWT).

Ia meneruskan, “Ketahuilah, sesungguhnya ahli hakikat sebagian besar telah punah; tidak ada yang tersisa pada masa kita dari kelompok ini kecuali hanya bekas-bekasnya. Sungguh, kelemahan telah terjadi di kelompok ini, bahkan mereka terkikis dari peran kehidupan.”

Al-Qusyairi juga mengkritik sikap yang memandang diri dan kelompok berdiri di atas kebenaran. Dengan sikap itu, lahirlah egoisme yang berupaya menyingkirkan siapa pun yang dianggap berseberangan pandangan.

“Kebencian yang didasarkan perasaan iri menyebabkan mereka menyebut para pengikut thariqah dengan sebutan yang jelek,” tulisnya.

Pada bagian itu, ia mengungkapkan motivasinya dalam menulis Ar-Risalah. Menurut sang imam, banyak pihak yang sesungguhnya belum mengetahui disiplin tasawuf, tetapi mereka dengan lantang mengecam kaum sufi.

Sebab, orang-orang itu justru kurang memahami hakikat dan prinsip-prinsip tarekat. Terutama sekali, kalangan fuqaha yang rajin mencari-cari kesalahan pelaku tasawuf akibat dari pemahaman mereka yang tidak mendalam.

Ar-Risalah menyatakan, tasawuf adalah aktivitas roh, asah rasa dan olah perilaku yang dilakukan karena dorongan cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Dalam surat al-A'la ayat 4-5 disebutkan:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّىٰ وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّىٰ

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang membersihkan diri dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia menegakkan sholat.”

Al-Qusyairi menegaskan, para mursyid atau guru kaum sufi telah membangun kaidah-kaidah ajaran dengan berdasar pada prinsip tauhid. Mereka menjaganya dari bid'ah. Karena itu, pandangannya dekat dengan para ulama terdahulu (salaf ash-shalih) serta ahli sunah Rasul SAW.

“Tidak didapati (dalam ajaran mereka) unsur-unsur penyerupaan pada al-Haqq (panteisme) dan peniadaan (ateisme),” tulis sang cendekiawan.  

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement