REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Ade Rahmat Idnal membantah adanya luka rahang bengkok terduga korban kasus perundungan atau bullying di Binus School Simprug berinsial RE (18 tahun).
Berdasarkan hasil visum, korban mengalami luka memar di bagian pipi kiri seluas 3 cm, teraba benjol dan nyeri di bagian kepala.
“Kami sudah melakukan visum [kepada pelapor] dan menemukan pipi kiri tampak memar seluas 3 cm, teraba benjol dan nyeri di bagian kepala,” kata Kapolres melalui keterangannya, Rabu (18/9/2024).
Ia menyatakan, fakta itu berlawanan dengan pengakuan korban dalam sebuah podcast. Dalam podcast itu, korban mengaku rahangnya bengkok dan gigi hampir copot.
Menurut Ade, pihaknya sudah mengumpulkan sejumlah alat bukti, yaitu saksi-saksi, visum et repertum, keterangan dokter dari Rumah Sakit Pertamina Pusat, dan video siswa di toilet. Di sisi lain, pihak sekolah juga telah menyerahkan seluruh CCTV sebagai barang bukti.
Ia menjelaskan, kasus itu berawal dari korban RE yang melapor adanya pengeroyokan dan bullying yang dilakukan oleh tiga orang dan ditonton 30 orang. Setelah adanya laporan pada Januari 2024, kasus itu diklaim sudah diproses oleh Polres Metro Jakarta Selatan.
Ade menambahkan, pihak sekolah juga langsung melakukan investigasi terkait laporan itu. Namun, berdasarkan bukti-bukti yang ada, tidak ditemukan indikasi perundungan, melainkan tanding satu lawan satu yang dilakukan atas persetujuan.
"Seluruh anak yang terlibat pertandingan satu lawan satu tersebut, termasuk yang menonton, telah dihukum," kata dia.
Ia mengatakan, polisi telah mencoba melakukan upaya diversi. Namun, kasus itu tak kunjung selesai lantaran tidak ada titik temu antara pelapor dan terlapor.
Anggota Komisi III DPR Sari Yuliati mengingatkan seluruh pihak harus bersikap adil dalam menangani kasus itu. Ia meminta pihak yang berselisih tidak memiliki keterkaitan dalam penyelesaian kasus tersebut.
"Saya paham kondisi pelapor itu sangat trauma, tapi kita juga sebagai orang tua, baik kuasa hukum dari pihak manapun, polisi, dan Komisi III, kita harus benar-benar menempatkan persoalan ini seadil-adilnya, karena ini adalah tentang masa depan anak-anak kita," kata dia.
Sari menambahkan, semua pihak juga tak perlu menyeret orang yang tidak bersalah hanya karena profesi orang tua mereka. Ia juga menyampaikan agar pihak tertentu tidak menggunakan profesi orang tua untuk mencari simpati atau sensasi.
“Pihak manapun tidak boleh memihak atau bahkan mengarang-ngarang cerita. Kita harus mendudukan persoalan ini yang sebenarnya-benarnya," kata dia.