Kamis 19 Sep 2024 08:45 WIB

Ekonom Nilai Ekspor Sedimen Laut Rugikan Indonesia

Sedimen laut selama ini diekspor ke Singapura yang dipakai untuk mereklamasi wilayah.

Petugas Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) memasang garis polisi khusus PWP3K pada Kapal Trailing Suction Hopper Dredger (TSDH) Sorong di Perairan Lamongan, Jawa Timur, Jumat (26/4/2024). Kementrian Kelautan dan Perikanan melakukan penyegelan satu kapal hisap pasir laut yang melakukan kegiatan pengerukan dan dumping karena tidak memiliki dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).
Foto: ANTARA FOTO/Rizal Hanafi
Petugas Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) memasang garis polisi khusus PWP3K pada Kapal Trailing Suction Hopper Dredger (TSDH) Sorong di Perairan Lamongan, Jawa Timur, Jumat (26/4/2024). Kementrian Kelautan dan Perikanan melakukan penyegelan satu kapal hisap pasir laut yang melakukan kegiatan pengerukan dan dumping karena tidak memiliki dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Pakar Ekonomi Universitas Mataram Ihsan Ro'is memandang kegiatan ekspor sedimen laut ke luar negeri dapat merugikan Indonesia untuk jangka panjang. Ihsan mengatakan, pasir laut yang selama ini diimpor Singapura dari Indonesia justru dipakai untuk mereklamasi pantai negara tersebut yang membuat daratan menjadi lebih luas.

"Kita banyak ekspor pasir ke Singapura. Ini tidak menguntungkan," ujarnya di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu (18/9/2024).

Baca Juga

Sebelumnya, luas Singapura hanya 578 kilometer persegi. Kini, luas itu telah bertambah signifikan hingga 25 persen menjadi 719 kilometer persegi.

"Nanti dari daratan itu diambil garis pantai, kena lagi pantai kita. Bahaya juga (bagi kedaulatan dan laut teritorial)," kata Ihsan.

Lebih lanjut dia menyarankan pemerintah untuk membuat kajian mendalam yang mengupas aspek untung-rugi dari kegiatan ekspor sedimen laut tersebut.

Setoran penerimaan negara bukan pajak atau PNBP dari para pengusaha sebesar lima persen dari nilai volume sedimen yang diekspor tidak terlalu menguntungkan dari aspek ekonomi bagi Indonesia.

Fenomena perubahan iklim, kenaikan muka air laut, kerusakan ekosistem perairan, hingga tenggelamnya pulau-pulau kecil kini menghantui Indonesia sebagai negara kepulauan.

Aktivitas mengeruk sedimen laut, lalu mengekspornya ke luar negeri bisa berdampak luas bagi lingkungan di Indonesia.

Biaya pemulihan lingkungan yang rusak bisa lebih besar ketimbang perolehan PNBP dari ekspor sedimen laut.

Ihsan menambahkan bahwa sejauh ini belum ada kajian komprehensif yang dibuat pemerintah mengenai kegiatan ekspor sedimen laut tersebut.

Padahal, menurutnya, kajian ilmiah mendetail yang terpublikasikan sangat penting untuk diketahui oleh publik agar membuka ruang-ruang diskusi yang mencerahkan.

"Jangan kemudian membuat aturan dengan mencabut aturan lama tanpa ada kajian yang bagus," ucap Ihsan yang merupakan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram tersebut.

Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, pemerintah Indonesia pernah melarang ekspor pasir laut selama 20 tahun demi mencegah perluasan dampak kerusakan lingkungan dan tenggelamnya pulau-pulau kecil.

Saat ini aturan ekspor hasil sedimentasi terbaru tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut serta tindak lanjut dari usulan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Kementerian Perdagangan menyatakan ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir hanya dapat dilakukan selama kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement