Kamis 19 Sep 2024 12:01 WIB

Kegagalan Pemberontakan PKI 1948

Muso dan Amir Sjarifuddin dieksekusi mati, sedangkan DN Aidit kabur ke China.

Red: Hasanul Rizqa
Wakil Presiden Mohammad Hatta saat mengawasi penumpasan Pemberontakan Madiun 1948.
Foto: ist
Wakil Presiden Mohammad Hatta saat mengawasi penumpasan Pemberontakan Madiun 1948.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam tempo kurang dari tiga bulan, Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun dan sekitarnya sejak 18 September 1948 dapat dipadamkan sama sekali. TNI mengerahkan pasukan dengan efektif sehingga dapat menguasai keadaan. Bahkan, pengaruh PKI maupun Front Demokrasi Rakyat (FDR) di daerah-daerah itu bisa dikatakan sudah melemah sejak hari kedua kudeta.

Pada 19 September 1948, Presiden Sukarno berpidato dan disiarkan melalui Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta. Rakyat yang mendengarnya sangat terkejut. Sebab, PKI nyata-nyata telah menusuk RI dari belakang. Ketika seluruh bangsa Indonesia sedang berjuang melawan Belanda, kaum komunis justru membuat kekacauan. Muso dan kawan-kawan berupaya merebut kekuasaan dari pemerintah yang sah.

Baca Juga

“Saudara-saudara,” seru Bung Karno dalam pidatonya, “camkan benar-benar apa artinya itu: Negara Republik Indonesia yang kita cintai hendak direbut oleh PKI Muso. Rakyatku yang tercinta, atas nama perjuangan untuk Indonesia Merdeka, aku berseru padamu pada saat yang begini genting … ikut Muso dengan PKI-nya yang akan membawa bangkrutnya cita-cita Indonesia Merdeka, (atau) ikut Sukarno-Hatta yang, insya Allah dengan bantuan Tuhan, akan memimpin Negara Republik Indonesia kita ke Indonesia yang merdeka, tidak dijajah oleh negeri apa pun juga!”

Beberapa hari kemudian, batalion Divisi Siliwangi bergerak dari Yogyakarta ke Madiun untuk memulihkan keamanan. Selain itu, Panglima Besar Jenderal Sudirman juga memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk menjalankan operasi penumpasan PKI. Dalam hal ini, tentara dibantu para santri.