Jumat 20 Sep 2024 08:00 WIB

Mayoritas Negara PPB Putuskan Israel Hengkang dari Palestina, MUI: Amerika Jadi Hambatan

Mayoritas negara PBB inginkan Israel hengkang dari Palestina.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Kantor Pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Amerika Serikat
Foto: Republika TV/Irfan Junaidi
Kantor Pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Amerika Serikat

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Mayoritas negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memutuskan Israel harus hengkang dari Palestina. Berdasarkan resolusi pemungutan suara pada Rabu (18/9/2024) kemarin, 124 negara sepakat menuntut Israel mengakhiri perang di Palestina, termasuk Indonesia.

Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Prof Sudarnoto Abdul Hakim mengatakan, putusan mayoritas negara-negara anggota PBB tersebut beralasan. Karena bagi mereka, Israel telah melakukan pendudukan, okupasi, dan berbagai kekejaman.

Baca Juga

"Jadi pendudukan Israel itu tidak sah. Karena itu, apa namanya, tuntutan untuk Israel segera keluar dari Palestin itu sangat masuk akal," ujar Prof Sudatnoto saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (19/9/2024). 

Namun, menurut dia, putusan tersebut tetap harus dikawal agar PBB segera melakukan sidang dan membuat keputusan penting yang mengikat. 

"Saya kira ini penting untuk menjadi perhatian kita semua agar PBB memang segera melakukan sidang, membuat keputusan-keputusan penting yang mengikat," ucap dia. 

Dia menjelaskan, dalam konteks penegakan hukuman secara internasional dan tuntutan mayoritas negara-negara anggota PBB sekarang sudah tampak. Namun, Amerika Serikat masih menjadi hambatan.  

"Memang hambatannya seperti biasa adalah Amerika. Amerika kalau di Dewan Keamanan PBB selalu melakukan veto. Nah ini yang perlu diantisipasi, perlu ada upaya-upaya yang lebih taktis, yang lebih kuat agar tidak dilakukan veto," kata dia. 

Menurut Prof Sudarnoto, sebetulnya ada peluang untuk mencoba meyakinkan Amerika supaya tidak veto, yaitu negara-negara yang mayoritas memberikan dukungan itu berusaha secara bersama-sama ataupun secara mandiri. 

"Misalnya Indonesia, pemerintahan Pak Prabowo ke depan itu bisa juga mencoba meyakinkan, mempersuasi Amerika untuk berpikir ulang, untuk segera memberikan keputusan yang sangat tepat untuk tidak mendukung Israel. Apalagi Amerika sendiri sebetulnya nampaknya dalam bacaan saya itu juga kerepotan dengan ekskalasi pertentangan-pertentangan yang terjadi hari-hari ini," jelas Prof Sudarnoto.

Setelah gagal menghabisi Hamas, tambah dia, Israel kemudian melakukan serangan ke-mana-mana, seperti ke kelompok Houti Yaman dan Hizbullah Lebanon, serta wilayah-wilayah lainnya. 

"Dan inilah yang kemudian juga membuat negara-negara Saudi terutama, itu juga sudah menurut saya sudah geram juga melihat apa yang dilakukan oleh Israel. Jadi sebetulnya ada ruang di mana kekuatan-kekuatan negara seperti Indonesia atau negara-negara lain untuk mempersuasi Amerika agar membuat keputusan penting melakukan pembelaan terhadap Palestina," kata Prof Sudarnoto. 

Sebelumnya, pemungutan suara di Majelis Umum PBB memutuskan mendukung resolusi tidak mengikat Palestina yang menuntut agar Israel mengakhiri “kehadirannya yang melanggar hukum” di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki dalam waktu satu tahun. Hanya 14 negara yang menolak resolusi itu, termasuk Amerika Serikat yang merupakan sekutu dekat Israel.

Hasil pemungutan suara di badan dunia yang beranggotakan 193 negara itu adalah 124 berbanding 14, dengan 43 abstain. Di antara pihak yang menentang adalah Amerika Serikat, sekutu terdekat Israel.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement