REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyampaikan data historis pertumbuhan sektor pertanian di era Presiden Jokowi terus merosot. Tepatnya sejak 2014 hingga 2023. Pada 2014, sektor pertanian masih tumbuh 4,24 persen. Lalu di 2019 di angka 3,61 persen (sebelum Covid-19). Di 2023, hanya tumbuh 1,3 persen.
"Jadi ada atau tidak ada Covid, kinerja sektor pertanian terus merosot," kata Kepala Center of Food, Energy and Sustainable Development INDEF, Abra Talattov dalam diskusi JUARA (Forum Jurnalis dan Akademisi) bertajuk Pengutan Ketahanan Pangan dan Pengentasan Kemiskinan: Pekerjaan Rumah Pemerintah Prabowo-Girbran, disiarkan secara langsung lewat media sosial LP3ES, Ahad (22/9/2024).
Ia melanjutkan, peranannya sektor pertanian terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) juga terus menyusut. Dari 13,34 persen di 2019 menjadi 12,53 persen (2023).
Kemudian lebih spesifik lagi, di sektor tanaman pangan, kontribusi sektor tersebut terhadap PDB juga semakin menyusut. Dari 3,25 persen pada 2014 menjadi 2,26 persen pada 2023. Pangsa tanaman holtikultura juga turun dari 1,52 persen (2014) ke 1,37 persen (2023). "Lagi-lagi ini dalam spektrum pemerintahan pak Jokowi," ujar Abra, mempertegas.
Peringkat Global Food Security Index (GFSI) Indonesia pada 2016 berada di urutan 60, deengan skor 60,9. Lalu pada 2022, menempati urutan ke 63 dengan skor 60,9. Di tahun yang sama (2022), jika dibandingkan dengan sesama negara Asia Tenggara, Indonesia berada di bawah Vietnam (46), Malaysia (41), Singapura (28).
Tantangan di sektor pertanian atau pangan secara khusus menjadi concern di pemerintahan berikutnya. Sebagai latar belakang diskusi ini, tim Juara memuncukkan data angka kemiskinan di Indonesia memang telah mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir, dari 10,14 persen pada 2021 menjadi 9,03 persen pada 2024. Begitu pula angka kemiskinan ekstrem yang menurun dari 2,25 persen di 2020 menjadi 0,83 persen pada tahun 2024.
Namun, menurut Bank Dunia, tingkat kemiskinan ini masih dianggap tinggi, dan Indonesia belum memenuhi target penurunan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen sebagaimana ditargetkan pemerintah tahun 2024. Global Finance mencatat Indonesia sebagai salah satu dari 100 negara termiskin di dunia pada tahun 2023.
Di Jawa Tengah, masalah kemiskinan juga masih menjadi perhatian. Litbang Kompas mencatat pada tahun 2023 terdapat 3,79 juta penduduk miskin, atau 10,77 persen dari seluruh populasi di provinsi tersebut. Dengan kata lain, masih ada 3,79 juta jiwa di Jawa Tengah yang pengeluarannya dalam sebulan berada di bawah standar garis kemiskinan versi BPS, yaitu Rp 472.525.
Masalah kemiskinan di Indonesia, termasuk di Jawa Tengah, sangat berkaitan dengan lemahnya ketahanan pangan. Saat ini, Indonesia belum memiliki solusi pengembangan ketahanan pangan yang handal dan masih bergantung pada impor beberapa komoditas pangan, termasuk beras. Hal ini menunjukkan bahwa kemandirian pangan belum tercapai.