REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Isu seputar fikih disabilitas dinilai tak cukup mendapat perhatian baik di kalangan elite maupun akar rumput. Kumpulan hukum Islam terkait dengan penyandang disabilitas mencakup aspek peribadatan, kehidupan sosial, keluarga, dan kebijakan publik dinilai harus didukung terutama dari pemerintah dengan dengan menggandeng ormas Islam, ulama dan Komisi Nasional Disabilitas (KND)
Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), KH Sarmidi Husna mengatakan, P3M bersama LBM PBNU dan yang lainnya telah membuat buku Fiqih Penguatan Penyandang Disabilitas. Buku tersebut sudah disosialisasikan terutama di kementerian-kementerian terkait. Misalnya di Kementerian Agama, Kementerian PMK, Kementerian Sosial, dan beberapa pemerintah daerah.
"Nah, cuman memang pandangan masyarakat kita baik elit politik maupun tokoh masyarakat juga beberapa tokoh agama juga kurang peduli terhadap ini atau kurang memperhatikan (fiqih disabilitas)," kata Kiai Sarmidi kepada Republika, Selasa (24/9/2024).
Ia menerangkan, upaya pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memenuhi penyandang disabilitas juga belum optimal. Dia menjelaskan, pemerintah punya undang-undang, dan sudah ada peraturan pemerintahnya. Bahkan Komisi Disabilitas juga ada, selain itu ada Kementerian Sosial (Kemensos)
"Misalnya komisi disabilitas nasional itu diberi wewenang atau diberi anggaran untuk sosialisasi (fiqih disabilitas), itu kan selesai. Kemudian melibatkan ormas, melibatkan ulama, melibatkan tokoh agama, selesai," ujarnya.
Kiai Sarmidi juga menilai bahwa 75 peren fasilitas publik di negara ini belum ramah disabilitas. P3M sebelumnya telah mempublikasikan buku Fiqih Penguatan Penyandang Disabilitas yang disusun beberapa pihak di antaranya LBM PBNU.
"Nah yang kurang itu, yang kurang itu adalah ya lebih dari 75 peren fasilitas publik (milik) ormas maupun publik negara ini belum ramah disabilitas, itu yang memang jadi soal," kata Kiai Sarmidi.
Kiai Sarmidi menerangkan, misalnya sekolah-sekolah yang dimiliki ormas itu harus juga bisa diakses kursi roda, bisa diakses oleh tuna netra, dan bisa diakses oleh yang tuna daksa misalnya. Kemudian tempat-tempat ibadah di Indonesia, masjid utamanya, sebagian besar masih belum bisa diakses oleh penyandang disabilitas yang pakai kursi roda.
"Jangankan masjid miliknya ormas, kadang-kadang masjid agung, masjid besar milik pemerintah juga tidak bisa akses penyandang disabilitas," ujar Kiai Sarmidi.
Direktur P3M ini mengungkapkan bahwa ormas-ormas Islam besar seperti PBNU dan Muhammadiyah sudah mengakomodir disabilitas, meskipun belum maksimal untuk memenuhi hak penyandang disabilitas. Misalnya di NU ada beberapa program LazisNu untuk pemberdayaan penguatan hak penyandang disabilitas, seperti di sektor pekerjaan.
"Kemudian juga (ormas Islam) mempunyai beberapa lembaga pendidikan yang khusus disabilitas, misalnya punya SLB sendiri," ujar Kiai Sarmidi.
Menurutnya, saat ini di pesantren-pesantren juga mulai banyak yang memfasilitasi penyandang disabilitas. Di Muhammadiyah juga sama seperti di NU, ada program-program pendidikan yang bisa diakses disabilitas.