REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengatakan ada empat tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam memajukan sektor hilirisasi. Keempat hal itu adalah pengembangan SDM, perluasan kerja sama internasional, penerapan insentif, serta tekanan eksternal.
Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Riyatno di Jakarta, Rabu (25/9/2024) menyampaikan, untuk tantangan pengembangan SDM, Indonesia membutuhkan 16 ribu tenaga kerja kompeten setiap tahunnya agar dapat mengoptimalkan hasil nilai tambah hilirisasi dan juga manufaktur.
"Setiap tahunnya dibutuhkan sekitar 16 ribu tenaga kerja kompeten untuk sektor manufaktur, termasuk proses hilirisasi," ujar dia.
Untuk tantangan perluasan kerja sama internasional, menurut Riyatno, hal ini karena politik global bersifat dinamis, sehingga dengan melakukan ekspansi kolaborasi, akan secara langsung meningkatkan potensi pasar ekspor produk hilirisasi Indonesia, dan memantik investasi asing untuk masuk.
"Saat ini yang berkembang adalah free trade agreement, ada juga CEPA atau Comprehensive Economic Partnership Agreement," katanya.
Lebih lanjut, tantangan penerapan insentif yakni Indonesia wajib memiliki kebijakan yang ramah terhadap investor dan pasar, dengan memberikan penawaran yang terbaik, terutama dari sisi perizinan.
Sementara tekanan eksternal berasal dari negara-negara yang resisten atau menolak kebijakan hilirisasi yang diterapkan, seperti halnya gugatan yang dilakukan oleh Uni Eropa di World Trade Organization (WTO) ketika Indonesia menutup keran ekspor bijih nikel.
"Namun sekali lagi sekalipun sudah ada gugatan, tetapi hilirisasi ini tetap jalan," kata dia.
Sebelumnya, realisasi investasi sektor pengolahan menjadi produk bernilai tambah tinggi (hilirisasi) mengalami tren peningkatan dalam kurun waktu lima tahun terakhir, yakni pada 2019-2023.
Pada tahun 2019, BKPM mencatat realisasi investasi di sektor hilirisasi industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatan hanya sebesar Rp 61,6 triliun, namun pada 2020 meningkat menjadi Rp 94,8 triliun.
Selanjutnya pada tahun 2021, realisasi investasi di sektor hilirisasi tercatat sebesar Rp 117,5 triliun, meningkat kembali pada tahun 2022 menjadi Rp 171,2 triliun, serta pada tahun lalu melonjak menjadi Rp 200,3 triliun.