REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan melepaskan nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia di RW 7 Kelurahan Kembangan Utara, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat, pada 4 Oktober 2024. Pelepasan nyamuk itu dilakukan untuk menekan kasus demam berdarah dengue (DBD) yang masih banyak ditemui di daerah itu.
Direktur Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Andono Ahmad mengatakan, nyamuk wolbachia telah dipastikan tak akan menyebarkan virus kepada manusia. Sebaliknya, penyebaran itu justru akan membuat populasi nyamuk Aedes aegypti yang menjadi sumber DBD berkurang.
"Dalam salah satu penelitian di Yogyakarta, didapatkan hasil bahwa teknologi nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia mampu menurunkan angka kesakitan akibat DBD sebesar 77 persen dan menurunkan angka perawatan rumah sakit akibat DBD sebesar 86 persen," kata Riris di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Rabu (25/9/2024).
Dia juga membantah kabar hoaks bahwa nyamuk yang akan dilepaskan di Jakarta Barat mencapai jutaan ekor. Menurut Riris, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi DKI Jakarta hanya akan menyebar telur nyamuk dalam 1.474 ember, yang masing-masing ember diletakan dalam radius 50×50 meter.
Riris mengatakan, jumlah telur nyamuk dalam satu ember itu bervariasi antara 150-500 butir. Namun, kemungkinan jumlah yang akan disebar di Jakarta Barat adalah 350 butir telur dalam setiap embernya.
Dia menjelaskan, dari total yang disebar, persentase telur itu menetas menjadi jentik nyamuk hanya sekitar 80 persen atau sekitar 300 ekor dari satu ember atau dalam radius 50 meter persegi. Artinya, hanya ada enam ekor nyamuk yang nantinya tersebar dalam setiap meter persegi di wilayah itu.
"Jadi bisa dibayangkan kita hanya melepaskan enam ekor nyamuk per meter persegi, bukan jutaan seperti yang digembar-gemborkan di sosial media," ucap Riris.
Menurut dia, wolbachia pada dasarnya merupakan bakteri yang ditemukan secara umum pada sekitar 60 persen serangga di dunia, seperti lalat buah, kupu-kupu, lebah, capung, dan lainnya. Nanum, bakteri itu secara alami tidak ditemukan di nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia diciptakan atas dasar inovasi teknologi dengan memasukkan bakteri Wolbachia ke dalam tubuh nyamuk melalui ribuan kali percobaan mikro-injeksi pada telur nyamuk Aedes aegypti. Perkembangbiakan selanjutnya dilakukan melalui pewarisan wolbachia dari induk betina nyamuk Aedes aegypti kepada keturunannya.
Riris menganggap, nyamuk wolbachia sebenarnya adalah nyamuk Aedes aegypti yang dalam tubuhnya sudah terdapat bakteri wolbachia yang dikembangbiakkan dari generasi ke generasi. "Tidak ada rekayasa genetik dalam teknologi ini, karena secara fisik tidak ada perubahan bentuk maupun sifat dari nyamuk aedes aegypti ber-wolbachia dengan nyamuk aedes aegypti tanpa wolbachia," ujar Riris.
Teknologi Wolbachia untuk pengendalian DBD juga telah direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2021. Setelah dihasilkan bukti-bukti yang kuat, disertai dengan analisis risiko di Indonesia dan rekomendasi WHO, dilakukan tahap implementasi secara bertahap, termasuk di wilayah Jakarta.
Jakarta dipilih karena kasus DBD masih cukup tinggi. Berdasarkan data Dinkes Provinsi DKI Jakarta hingga September 2024, tercatat sebanyak 12.107 kasus DBD ditemui di DKI Jakarta.
Jakarta endemis tinggi...