REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Terpidana Marcellus 'Khalifah' Williams akhirnya dieksekusi mati dengan cara disuntik di penjara negara di Bonne Terre, sebuah kota di Froncois County, berjarak 60 mil dari barat daya St Louis, pada Selasa (24/9/2024) waktu setempat.
Williams divonis mati setelah menjadi terpidana atas kasus pembunuhan tingkat pertama yang merenggut nyawa Lisha Gayle, 42 tahun, seorang mantan reporter St. Louis Post-Dispatch, yang saat dibunuh merupakan seorang pekerja sosial. Jasad korban ditemukan di rumah di pinggiran kota St. Louis yang ia tinggali bersama suaminya. Ia ditikam 43 kali dengan pisau dapur yang diambil dari dalam rumah pasangan itu, menurut dokumen pengadilan atas kasus yang terjadi pada 1998 tersebut.
Vonis mati terhadap Williams yang merupakan seorang imam di lembaga pemasyarakatan tempat dia menjalani hukuman terbilang janggal mengingat sebelumnya salah satu Jaksa Penuntut Umum Wilayah St. Louis, Wesley Bell, mengajukan laporan laboratorium DNA baru yang menunjukkan senjata pembunuh tersebut telah digunakan secara tidak benar selama persidangan Williams. Bell sempat mengajukan mosi pembatalan vonis dan pengajuan pernyataan bersama kepada hakim yang ditolak jaksa agung setempat sehingga membuat hakim dan Mahkamah Agung menolak permohonan tersebut.
His Final Words: “All Praise be to Allah in every situation!”
Imam Marcellus Williams reminds us how he would greet an unjust end - with contentment, and faith.
Marcellus Williams was executed on Tuesday night in the US state of Missouri after spending more than two decades… pic.twitter.com/S3JbOqo0Vj
— DOAM (@doamuslims) September 25, 2024
Eksekusi pun dijalankan setelah semua upaya yang dilakukan oleh tim pengacara lewat banding dan pengajuan grasi ke Gubernur Negara Bagian Missouri ditolak. Setelah eksekusi tersebut dilakukan, beredar video Williams yang mengungkapkan ketidakpercayaannya pada sistem peradilan pidana di Amerika Serikat dan kepasrahannya kepada takdir Allah SWT.
Berikut transkrip pernyataan Williams beserta terjemahannya.