REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan masih melakukan pengkajian mengenai tarif cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2025. Hingga kini belum ada angka pasti mengenai besaran cukai MBDK.
“Mengenai tarif dan apa yang akan dikenanakan masih intensif dikaji mendalam,” kata Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu M Aflah Farobi dalam agenda Media Gathering APBN 2025 di Serang, Banten, Kamis (26/9/2024).
Aflah menuturkan, besaran yang sudah dicantumkan dalam APBN adalah angka target penerimaan cukai dari MBDK. Pada 2024, target penerimaan cukai MBDK tercantum sebesar Rp 4,3 triliun. Adapun pada 2025 ditargetkan sebesar Rp 3,8 triliun.
Angka target penerimaan cukai dari MBDK pada tahun depan turun dibandingkan tahun ini lantaran penerimaan cukai tersebut harus dikaji sesuai dengan perkembangan perekonomian. Hal itu merupakan hasil diskusi bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Karena harus dikaji, berapa besaran tarifnya, terus terkena produk apa, kemari nada masukan 2,5 persen. Karena ini masih proses pengkajian tarifnya itu masuk dalam kajian kita jadi belum diputuskan. Ini berpengaruh juga bagaimana porsi pemerintahan baru,” jelasnya.
Diketahui, usulan tarif cukai MBDKsebesar 2,5 persen diungkapkan oleh Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI. BAKN menyampaikan tarif itu bertujuan untuk mengendalikan dan mengurangi dampak negatif konsumsi MBDK yang sangat tinggi. Tujuan lainnya untuk meningkatkan penerimaan negara dari cukai dan mengurangi ketergantungan dari cukai hasil tembakau (CHT).
“Kami merekomendasikan pemerintah untuk menerapkan cukai MBDK sebesar 2,5 persen pada 2025 dan secara bertahap sampai dengan 20 persen,” kata Pimpinan BAKN DPR Wahyu Sanjaya, Selasa (10/9/2024).