REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Arab Saudi telah mengumumkan pembentukan aliansi internasional yang bertujuan untuk mendirikan negara Palestina dan menerapkan solusi dua negara. Inisiatif itu diumumkan oleh Menteri Luar Negeri Arab Saudi Faisal bin Farhan di sela-sela rangkaian sidang Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat.
“Atas nama negara-negara Arab dan Islam, bersama dengan mitra Eropa kami, kami mengumumkan peluncuran Aliansi Internasional untuk Menerapkan Solusi Dua Negara," kata Faisal, Kamis (26/9/2024).
"Kami mengundang Anda untuk bergabung dalam inisiatif ini,” ujarnya pada pertemuan tingkat menteri.
Ketika berbicara di sela-sela rangkaian sidang Majelis Umum PBB di New York mengenai masalah Palestina dan upaya perdamaian, Menlu Faisal tidak memperinci mengenai aliansi tersebut. Faisal, sementara itu, mengecam krisis kemanusiaan dahsyat yang disebabkan oleh perang di Gaza serta pelanggaran berat yang dilakukan pasukan pendudukan Israel di Tepi Barat, kata kantor berita Saudi Press Agency (SPA).
Dia menggambarkan tindakan-tindakan Israel sebagai bagian dari kebijakan pendudukan dan ekstremisme kekerasan yang lebih luas.
“Hak untuk membela diri tidak bisa membenarkan pembunuhan puluhan ribu warga sipil, penghancuran sistematis, pemindahan paksa, penggunaan kelaparan sebagai senjata perang, hasutan kebencian, dehumanisasi," ucapnya. "... atau penggunaan penyiksaan sistematis, termasuk kekerasan seksual dan kejahatan lain yang terdokumentasi menurut laporan PBB,” katanya, menambahkan.
Terkait peningkatan kekerasan di wilayah tersebut, termasuk serangan Israel yang terus berlanjut di Lebanon, Faisal memperingatkan soal potensi konflik yang lebih luas. Dunia, ujarnya, menyaksikan peningkatan ketegangan yang membahayakan rakyat Lebanon serta memicu kemungkinan perang yang membahayakan kawasan dan seluruh dunia.
Faisal turut mendesak penghentian segera terhadap perang yang sedang berlangsung dan semua pelanggaran hukum internasional. Faisal juga mempertanyakan kredibilitas sistem internasional.
Lebih lanjut menteri tersebut menegaskan kembali bahwa pembentukan negara Palestina yang merdeka adalah hak fundamental dan landasan perdamaian, bukan sekadar hasil akhir yang harus dinegosiasikan dalam proses politik jangka panjang.
“Kami memuji negara-negara yang baru-baru ini mengakui Palestina dan kami menyerukan semua negara untuk menunjukkan keberanian dan mengambil langkah yang sama, bergabung dengan konsensus internasional yang diwakili oleh 149 negara yang telah mengakui Palestina,” ujarnya.