Jumat 27 Sep 2024 19:43 WIB

Kemenkeu Pastikan Utang Negara Tidak Membebani Kelas Menengah 

Utang negara akan memberatkan masyarakat tidak bisa dipandang dengan mudahnya.

Rep: Eva Rianti/ Red: Friska Yolandha
Utang (ilustrasi)
Foto: republika
Utang (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan utang negara yang besar tidak akan membebani kelas menengah. Utang yang membeludak dipastikan akan dibayar oleh pemerintah melalui pemasukan dari perputaran kegiatan ekonomi yang terus didorong. 

“Utang kan yang membiayai bukan kita (masyarakat) secara langsung. Kan kelas menengah tidak diambil uangnya untuk bayar utang, tapi dari revenue yang dihasilkan dari produk domestik bruto kita,” kata Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Riko Amir di Serang, Banten, dikutip Jumat (27/9/2024). 

Baca Juga

Sehingga, anggapan bahwa utang negara akan memberatkan masyarakat tidak bisa dipandang dengan mudahnya. “Jadi kalau dibilang utang memberatkan kelas menengah, mungkin relevansinya perlu kita dudukkan lagi,” ujar dia. 

Diketahui menurut catatan Kemenkeu, posisi utang pemerintah per Agustus 2024 mencapai Rp 8.461,93 triliun. Rasio utang pemerintah pada periode tersebut sebesar 38,49 persen dari PDB, atau berada di bawah ambang batas 60 persen dari PDB. 

Posisi utang tersebut lebih besar dibandingkan dengan capaian pada tahun lalu di angka Rp 8.191,20 triliun. Namun, rasio utang pemerintah pada 2023 sebesar 39,21 persen dari PDB. 

Sementara itu, pada 2025 tercatat utang jatuh tempo pemerintah mencapai sebesar Rp 800,33 triliun. Menurut penuturan Riko, pemerintah sanggup membayar utang tersebut. 

“Kita masih punya kemampuan membayar utang jatuh tempo. Pembayaran itu tidak dicicil karena setiap utang jatuh tempo harus dibayar,” tegasnya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement