Sabtu 28 Sep 2024 08:10 WIB

Sukuk Hijau Diprediksi Akan Melonjak di Tengah Dorongan Dekarbonisasi

Saat ini minat investor terhadap sukuk hijau meningkat.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ahmad Fikri Noor
Ilustrasi produk sukuk hijau di Indonesia.
Foto: DJPPR Kemenkeu
Ilustrasi produk sukuk hijau di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurangan emisi karbon membutuhkan kontribusi dari berbagai sektor. Salah satunya adalah dengan penerbitan sukuk hijau. Berdasarkan laporan Moody’s Ratings, saat ini minat investor terhadap sukuk hijau meningkat sebagai salah satu upaya dekarbonisasi global.

Meskipun belum mendominasi dalam pasar keuangan syariah, sukuk hijau sudah mulai diminati di kawasan Timur Tengah dan Asia Tenggara. Hingga semester I 2024, penerbitan sukuk hijau global meningkat 21 persen dari tahun ke tahun (yoy) menjadi 6,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp 102,98 triliun.

Baca Juga

Angka ini melampaui penurunan 8 persen dalam penerbitan obligasi berkelanjutan konvensional. Sukuk berkelanjutan hanya menyumbang 5,4 persen dari total penerbitan sukuk dibandingkan dengan obligasi berkelanjutan konvensional yang menyumbang 12 persen dari keseluruhan penerbitan obligasi.

“Penerbitan sukuk hijau meningkat dari titik terendah. Kami memperkirakan penerbitan pada tahun 2024 akan melampaui 10,6 miliar dolar AS (Rp 160,53 triliun) yang tercatat pada tahun 2023, didorong oleh dorongan yang semakin kuat menuju dekarbonisasi, perluasan upaya kebijakan, dan permintaan investor yang kuat,” kata Asisten Wakil Presiden dan Analis di Moody's Abdulla AlHammadi, dikutip dari Zawya, Jumat (27/9/2024).

Dewan Kerja Sama untuk Negara Arab di Kawasan Teluk (GCC) yang dipimpin oleh Uni Emirat Arab (UEA), telah menjadi pendorong utama penerbitan sukuk berkelanjutan, yang mencakup 82 persen dari total pada paruh pertama tahun 2024.

Rencana dekarbonisasi, target energi terbarukan, dan kebutuhan untuk mengurangi ketergantungan pada hidrokarbon juga mendorong permintaan sukuk berkelanjutan.

“Instrumen ini tidak hanya melayani investor Islam tetapi juga investor konvensional yang mencari strategi investasi berkelanjutan,” ujarnya.

Transparansi dalam penggunaan dana merupakan daya tarik utama sukuk berkelanjutan, yang menarik permintaan internasional yang kuat. Sekitar 74 persen sukuk berkelanjutan telah diterbitkan dalam mata uang non-lokal, yang menunjukkan minat global.

Panduan International Capital Market Association (ICMA) tentang sukuk berkelanjutan, yang dirilis pada April 2024, memberikan kriteria pelabelan yang jelas kepada penerbit. Inisiatif pemerintah, seperti taksonomi dan insentif keuangan berkelanjutan, akan semakin meningkatkan penerbitan.

Moody's juga memperkirakan akan ada peningkatan penerbitan sukuk berkelanjutan dari entitas sektor publik dan swasta. Arab Saudi dan Oman kemungkinan akan menerbitkan sukuk berkelanjutan pertama mereka, sementara lebih banyak perusahaan swasta, termasuk lembaga keuangan, akan menjajaki instrumen ini untuk menarik basis investor yang lebih luas.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement