REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG — Polda Jawa Tengah (Jateng) menangkap bos kantor jasa penagihan utang atau debt collector yang buron sejak akhir tahun lalu. Dalam menjalankan aksinya, tersangka berinisial AM beserta anak buahnya, menggunakan kekerasan dan ancaman.
Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Pol Johanson Ronald Simamora mengungkapkan, pada 6 Oktober 2023, kelompok debt collector AM melakukan penarikan paksa atau perampasan sebuah mobil dari pemiliknya yang mengalami kredit macet. Aksi tersebut terjadi di area parkir sebuah bank swasta di Jalan Pemuda, Semarang. Sebanyak sepuluh orang terlibat dalam penarikan paksa tersebut.
Johanson mengatakan, setelah menerima laporan tentang kejadian itu, Polda Jateng menangkap enam pelaku. "Kemudian DPO (daftar pencarian orang) ada empat, antara lain adalah bos PT Rajawali atau perusahaan DC (debt collector) atas nama Anggian Marpaung, Lantas Marpaung, Sunardi alias Aceng, dan Julianto Sitanggang," ungkap Johanson di Mapolda Jateng, Rabu (2/10/2024).
Polda Jateng menerbitkan DPO pada November 2023. Pada 25 September 2024, Polda Jateng menerima laporan bahwa AM berada di Jambi. Tim Jatanras Polda Jateng kemudian melakukan pemburuan dan berhasil menangkap AM pada 26 September 2024.
"Kemudian Aceng dilakukan penangkapan di Semarang. Kemudian Lantas Marpaung menyerahkan diri tadi malam ke Krimum Polda Jateng. Karena abang dan temannya ditangkap, dia (Lantas) berangkat dari Jambi dan menyerahkan diri ke Polda Jateng," kata Johanson.
Dengan demikian, saat ini masih terdapat satu DPO dalam kasus debt collector kelompok AM, yakni Julianto Sitanggang. Johanson menekankan bahwa Polda Jateng akan terus melakukan pengejaran terhadap Julianto.
Johanson mengungkapkan, tahun lalu kelompok AM juga melakukan aksi penarikan paksa lain yang terjadi di depan sebuah hotel di Kedungmundu, Semarang. "Kasus penarikan paksa TKP Kedungmundu, yang sudah kami amankan dua pelaku. Masih ada empat pelaku yang DPO," ujarnya.
Johanson mengatakan, selama buron dan lari ke Jambi, tersangka AM bekerja di kantor debt collector. "Jadi dia melakukan kegiatan yang sama seperti di Semarang, melakukan penagihan, penarikan, kepada debitur-debitur yang macet," ucapnya.
Menurut Johanson, dalam satu operasi penarikan kendaraan, AM dan kelompoknya bisa memperoleh upah antara Rp20-Rp30 juta. "Tergantung jenis kendaraannya," katanya.
Pasal yang diterapkan kepada para tersangka adalah Pasal 365 atau 368 atau 363 dan atau Pasal 335 KUHP juncto Pasal 55 atau 56 KUHP. Ancaman hukumannya adalah sembilan tahun penjara.
Johanson mengimbau masyarakat, khusunya warga Jateng, jika mengalami atau menjadi korban penarikan paksa oleh kelompok debt collector agar melapor ke kepolisian. Kendati demikian, Johanson pun menyarankan masyarakat yang tengah menjadi debitur untuk memperhatikan kewajibannya.