Kamis 03 Oct 2024 08:15 WIB

Batik Lokal Bersaing dengan Batik Impor Cina 

Ekspor batik nasional masih mengalami kontraksi sebesar 8,29 persen.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Sejumlah peserta membentangkan kain batik di pedestrian Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, Rabu (2/10/2024). Kegiatan dalam rangka Hari Batik Nasional tersebut berhasil memecahkan rekor Original Rekor Indonesia (ORI) atas pembentangan kain batik motif Bogor dan motif Nusantara sepanjang 4,1 kilometer di pedestrian Kebun Raya Bogor.
Foto: ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Sejumlah peserta membentangkan kain batik di pedestrian Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, Rabu (2/10/2024). Kegiatan dalam rangka Hari Batik Nasional tersebut berhasil memecahkan rekor Original Rekor Indonesia (ORI) atas pembentangan kain batik motif Bogor dan motif Nusantara sepanjang 4,1 kilometer di pedestrian Kebun Raya Bogor.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Subsektor industri tekstil dan pakaian jadi masih memiliki peranan penting bagi perekonomian nasional. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat pada Triwulan II 2024, industri tekstil dan pakaian jadi berkontribusi sebesar 5,72 persen terhadap PDB industri pengolahan non migas.

Namun, tak bisa dipungkiri, ekspor batik nasional masih mengalami kontraksi sebesar 8,29 persen pada periode yang sama. Penyebab utamanya adalah banyaknya produk impor, terutama dari Cina yang ikut bersaing baik produk legal maupun ilegal.

Baca Juga

Hal ini diaminkan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang. Ia menyebut, baik produk impor legal maupun ilegal menjadi sandungan produk tekstil lokal untuk berkompetisi, termasuk produk batik.

"Jadi, produk-produk batik itu sama dengan produk-produk tekstil lainnya. Yang dihadapi adalah produk-produk impor, baik impor yang masuknya secara legal maupun secara illegal," kata Agus di Jakarta, Rabu (2/10/2024).

Ia pun menekankan pentingnya perlindungan terhadap industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Tanah Air. Untuk itu, menurutnya perlu ada kebijakan yang berpihak pada industri dalam negeri, termasuk industri batik nasional.

"Mesti ada perlindungan. Sama dengan industri lain, harus ada regulasi yang memang pro kepada industri dalam negeri kita, termasuk TPT, dan termasuk juga batik," tegasnya.

Lebih lanjut Agus mengatakan, adanya tren penggunaan batik dalam keseharian generasi muda Indonesia saat ini, memberikan optimisme bagi masa depan industri batik di pasar dalam negeri. Kemenperin juga terus berupaya untuk mengembangkan industri batik melalui berbagai program dengan melibatkan para stakeholders. 

“Seperti pada Acara Hari Batik Nasional tahun ini, kami bersinergi dengan Yayasan Batik Indonesia dalam pelaksanaan program Focus Group Discussion (FGD), penumbuhan wirausaha baru, fasilitasi Indikasi Geografis (IG), pendampingan teknis produksi, serta fasilitasi mesin dan peralatan,” tuturnya.

Pada tahun ini, Kemenperin juga sedang fokus pada Batik Tulis Gedog Tuban yang sepenuhnya diproduksi di Tuban dan memiliki potensi ekonomi yang besar bagi perekonomian setempat. Tahun lalu, Kemenperin juga telah memberikan fasilitasi Indikasi Geografis untuk Batik Complongan Indramayu, dan mengangkat Batik Complongan Indramayu sebagai tema Pameran Gelar Batik Nasional (GBN) 2023. 

“Alhamdulillah, dampaknya cukup signifikan bagi perekonomian masyarakat setempat, dan dapat meningkatkan awareness konsumen terhadap Batik Complongan Indramayu. Tentunya kami mengharapkan dampak yang sama untuk Batik Tulis Gedog Tuban,” ungkapnya.

Ia pun berharap kepada para pelaku Industri Batik untuk segera bertransformasi menuju Industri 4.0. Penerapan teknologi digital pada Industri Batik dapat mendukung aspek manajemen dan operasionalnya sehingga lebih efektif dan efisien. 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement