REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Tome Pires lahir di Portugal tahun 1468, dan meninggal di Kiangsu, Tiongkok tahun 1540 di usia 72 tahun. Karya terbesarnya berjudul Suma Oriental (Dunia Timur) menceritakan penjelajahan pedagang Portugis hingga menguasai anak benua India dan Kesultanan Melaka pada tahun 1511.
Catatan Tome Pires memberikan banyak informasi berharga mengenai keadaan Nusantara pada abad ke-16. Setelah catatan, Marco Polo dan Ibnu Battutah pada abad ke-13 menceritakan banyak orang lokal dan Arab yang beragama Islam di Samudera Pasai, Sumatera.
Tome Pires melalui karyanya Suma Oriental memberikan kita informasi tentang bagaimana penguasa-penguasa Jawa di pesisir pantai menjadi Muslim. Dia mengatakan bahwa di wilayah pesisir pantai banyak pedagang-pedagang yang biasa datang, mereka berasal dari Persia, Arab, Gujarat, Bengali, Melayu, dan bangsa-bangsa lainnya.
Menurut Tome Pires, semakin banyak orang Moor (Muslim) di tengah-tengah mereka (di Jawa). Mereka mulai berdagang di negeri itu dan mulai kaya. Mereka berhasil membuat masjid, dan mullah (ulama/ ahli agama) datang dari luar. Mereka datang dalam jumlah yang terus tumbuh. Anak-anak Moor menganggap mereka adalah orang Jawa dan kaya karena mereka telah berada di daerah tersebut selama sekitar 70 tahun. Di beberapa tempat, penguasa-penguasa Jawa penyembah berhala beralih menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW, dan mullah beserta pedagang-pedagang Moor mengambil kepemilikan tempat-tempat tersebut.
Dikutip dari buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia, Tome Pires, melalui karyanya, dengan jeli melihat bahwa proses penyebaran Islam terjadi tidak hanya di antara masyarakat Samudera-Pasai, Malaka, Jawa, dan Maluku tapi lebih-lebih hingga Patani, bagian utara Malaysia dan bagian selatan Thailand. Menurutnya, hubungan antara kelompok pedagang Muslim dan komunitas lokal diwujudkan secara bertahap. Lewat komunikasi jenis inilah proses Islamisasi terjadi. Lebih-lebih ketika perkawinan terjadi antara pedagang Muslim dan penduduk lokal sehingga keluarga Muslim yang besar terbentuk.
Dalam catatannya, Tome Pires menulis sebagai berikut: "Setiap orang memiliki satu atau dua orang istri dan juga gundik sebanyak yang ia sukai; mereka hidup bersama dengan damai. Negara mengamati kebiasaan ini: penyembah berhala menikah dengan perempuan Moor atau Pria Moor dengan perempuan penyembah berhala dengan upacara mereka; dan dalam pesta dan kegembiraan mereka minum banyak anggur. Beginilah pria maupun wanita di Jawa." (Cortesao, 1994: 268).
Di bagian lain, Tome Pires mencatat tentang perkawinan antara putri raja Pasai dengan raja kedua Malaka, Xaquem Darxa (Muhammad Iskandar Syah) yang berusia 72 tahun dan menjadi seorang Muslim. Ia mengatakan bahwa saat itu raja Malaka tak hanya beralih menjadi Moor saja tapi juga membuat seluruh rakyatnya melakukan hal yang sama dengannya. Dalam hal ini, raja menjadi Moor dan seterusnya sampai peristiwa perebutan Malaka. Dia hidup dalam ikatan perkawinan selama delapan tahun dengan dikelilingi para mullah. Dia juga meninggalkan sekelompok anak dari istri pertamanya yang juga menjadi Moor, yang mewarisi kerajaan dan diberi nama Modafarxa (Mudzaffar Syah).
Pada akhirnya, melalui Tome Pires kita mahfum bahwa Islam telah hadir di Cirebon sekitar tahun 1470 - 1475. Setelah ia mengunjungi Cirebon pada tahun 1513, ia menyatakan bahwa Cirebon merupakan sebuah pelabuhan yang berpenduduk sekitar 1.000 keluarga dan penguasanya telah beragama Islam.