REPUBLIKA.CO.ID, LUMAJANG -- Gunung Semeru yang memiliki ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut di perbatasan Kabupaten Lumajang dan Malang, Jawa Timur tercatat dua kali erupsi dengan visual letusan tak teramati pada Senin pagi. Erupsi Gunung Semeru terjadi pada Senin, 7 Oktober 2024, pukul 07.40 WIB.
"Namun visual letusan tidak teramati," kata Petugas Pos Pengamatan Gunung Semeru, Ghufron Alwi dalam keterangan tertulis yang diterima di Lumajang.
Meskipun visual letusan gunung tertinggi di Pulau Jawa itu tidak teramati, petugas mencatat erupsi tersebut terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 23 mm dan durasi 120 detik. "Kemudian, kembali terjadi erupsi Gunung Semeru pada pukul 09.19 WIB dengan visual letusan tidak teramati. Erupsi itu terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 22 mm dan durasi 100 detik," tuturnya.
Jumlah letusan Gunung Semeru yang tercatat petugas Pos Pengamatan Gunung Semeru di Lumajang selama Januari hingga 7 Oktober 2024 pukul 11.00 WIB sebanyak 1.446 kali. Gunung Semeru masih berstatus waspada, sehingga Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memberikan sejumlah rekomendasi, yakni masyarakat dilarang melakukan aktivitas apa pun di sektor tenggara di sepanjang Besuk Kobokan sejauh delapan kilometer dari puncak (pusat erupsi).
Di luar jarak tersebut, masyarakat tidak boleh melakukan aktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai (sempadan sungai) di sepanjang Besuk Kobokan, karena berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 13 km dari puncak. "Masyarakat juga tidak boleh beraktivitas dalam radius tiga km dari kawah/puncak Gunung Semeru, karena rawan terhadap bahaya lontaran batu (pijar)," katanya.
Selain itu, masyarakat perlu mewaspadai potensi awan panas, guguran lava, dan lahar hujan di sepanjang aliran sungai/lembah yang berhulu di puncak Gunung Semeru, terutama sepanjang Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sat, serta potensi lahar pada sungai-sungai kecil yang merupakan anak sungai dari Besuk Kobokan.