Senin 07 Oct 2024 16:45 WIB

'Makan Tabungan' Jadi Fenomena Ekonomi yang Mesti Dihadapi

Kondisi ini memaksa masyarakat memangkas pengeluaran besar yang perlu dipangkas.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Gita Amanda
Makan tabungan bukanlah sekadar angan-angan, melainkan kenyataan yang harus dihadapi, (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Makan tabungan bukanlah sekadar angan-angan, melainkan kenyataan yang harus dihadapi, (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah tantangan ekonomi yang semakin berat, fenomena 'makan tabungan' semakin menjadi perhatian masyarakat. Financial Planner Aliyah Natasya menegaskan situasi ini bukanlah sekadar angan-angan, melainkan kenyataan yang harus dihadapi oleh banyak orang, terutama di saat ketidakpastian ekonomi yang melanda.

“Jujur memang ini fenomena yang nyata untuk makan tabungan. Ini bukan sesuatu yang bisa dihindari. Semua orang sudah terjepit,” ungkap Aliyah saat ditemui di sela-sela Acara Media Gathering BCA Syariah di Jakarta, Senin (7/10/2024).

Baca Juga

Aliyah menyoroti dampak dari situasi ekonomi yang memburuk. Ia menambahkan baik pekerja maupun pemberi kerja mengalami tekanan yang sama, dan solusi untuk menghadapinya terletak pada kemampuan individu untuk beradaptasi dan berhemat.

Menurut Aliyah, menyesuaikan pola pengeluaran kini menjadi hal yang krusial. “Dulu, perhatian kita lebih tertuju pada pengeluaran kecil, tetapi sekarang saatnya untuk menyoroti pengeluaran besar. Bagi orang tua, ini adalah waktu yang tepat untuk meninjau kembali dana pendidikan. Apakah kita masih mampu menanggung biaya sekolah yang kemungkinan akan terus melonjak?” ujarnya.

Lebih lanjut, ia juga mengingatkan tentang pentingnya menilai kembali kenyamanan dalam bertransportasi. Selain itu, seseorang juga harus mempertimbangkan transportasi mana yang bisa ditekan.

"Menekan pengeluaran kecil saja tidak cukup karena biasanya kita sudah rela mengeluarkan uang untuk hal-hal tersebut,” jelasnya.

Kondisi ini, lanjutnya, memaksa masyarakat untuk berkompromi dan menentukan pengeluaran besar mana yang perlu dipangkas, termasuk dalam hal manajemen utang. “Apakah utang masih bisa direstrukturisasi? Bagi mereka yang memiliki KPR, sekarang adalah waktu yang tepat untuk mempertimbangkan perpanjangan waktu pembayaran, terutama dengan tren suku bunga yang diperkirakan akan menurun,” tambah Aliyah.

Aliyah juga menegaskan perasaan tertekan ini bukanlah pengalaman individu semata. “Kadang kita merasa sendirian dalam situasi ini, padahal ini bukan hanya masalah di Indonesia. Fenomena ini terjadi di banyak negara,” katanya.

Ia juga menekankan perlunya dukungan dan strategi yang baik untuk menghadapi tantangan keuangan ini. Dengan pemahaman dan strategi yang tepat, masyarakat dapat lebih baik dalam mengelola keuangan mereka di tengah situasi yang menantang.

Aliyah mendorong semua pihak untuk tidak hanya bergantung pada tabungan, tetapi juga mengeksplorasi cara-cara baru dalam berinvestasi dan mengelola pengeluaran. Dengan demikian, mereka dapat membangun ketahanan finansial yang lebih solid untuk menghadapi masa depan.

“Intinya adalah kita perlu memaksakan diri untuk berhemat dan mencari alternatif lain. Ini bukan akhir, tapi sebuah tantangan yang harus kita hadapi bersama,” ujar dia. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement